Jumat 22 Apr 2016 16:20 WIB

Australia Peringatkan Virus Baru yang Merusak Otak Bayi

Rep: Gita Amanda/ Red: Nur Aini
Bayi Sakit (ILustrasi)
Foto: Huffingtonpost
Bayi Sakit (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Para ilmuan di Australia mengatakan sebuah virus baru dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan dan kerusakan otak. Lebih dari 100 bayi di Australia telah dirawat akibat virus itu pada 2013 dan 2014.

BBC News melaporkan pada Jumat (22/4), menurut penelitian lebih dari 100 bayi di Australia dirawat di rumah sakit akibat terkena virus parechovirus pada 2013 dan 2014. Satu tahun kemudian menurut studi Australasian Society for Infectious Diseases (ASID), dokter menemukan banyak dari bayi-bayi ini memiliki masalah perkembangan.

Belum ada pengobatan atau vaksin tertentu yang tersedia untuk menyembuhkan virus itu sekarang. Bayi yang terinfeksi virus menderita gejala seperti kejang, iritabilitas, dan berkedut otot.

"Ini adalah virus baru dan kami tahu sedikit tentang hal itu. Penelitian ini membantu meningkatkan pemahaman kami tentang beberapa konsekuensi jangka panjang dari infeksi pada anak-anak dan dampaknya," kata Presiden ASID Prof Cheryl Jones dalam sebuah pernyataan.

Menurut ASID, parechovirus diidentifikasi di Eropa lebih dari satu dekade lalu. Namun di Australia, ini baru tercatat di Sydney pada 2013.

ASID mengatakan lebih dari 100 bayi di rumah sakit Sydney selama wabah ini. Sekitar 70 persen dari anak-anak tersebut menderita infeksi neurologis.

Studi baru berhasil menidaklanjuti 46 dari 79 bayi, setengah dari mereka menunjukkan beberapa masalah perkembangan pada 12 bulan. Hampir 20 persen dari anak-anak itu mengalami masalah neurologis yang signifikan.

"Ini jelas menggambarkan betapa sangat pentingnya kita menindaklanjuti bayi muda dengan infeksi otak dari virus ini dan tetap waspada untuk penularan penyakit. Ini juga menyoroti kebutuhan kita untuk mengembangkan respon yang memadai," kata Prof Jones.

Ia menambahkan saat ini belum ada vaksinasi dan tak ada pengobatan terkait virus ini. Virus menurutnya bisa menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh seperti tetesan air liur. Penularan sama seperti penularan flu biasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement