REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Polisi Filipina mengatakan, setidaknya 10 orang tewas dalam kekerasan yang terjadi mengiringi pemilihan umum (pemilu) pada Senin (9/5). Namun pihak berwenang menggambarkan kekerasan sebagai insiden terisolasi dan keseluruhan pemilu damai.
Seperti dilansir South China Morning Post, juru bicara pemantau pemilu nasional Kepala Inspektur Jonathan del Rosario mengatakan dalam serangan terburuk tujuh orang tewas ditembak dalam serangan fajar di Rosario ,sebuah kota yang terkenal dengan kekerasan politiknya. Di kota miskin Guindulungan, pemilih ditembak mati di sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Seorang warga di sekitar pasar di kota Cotabato juga tewas setelah sebuah granat diluncurkan di wilayah itu. Di provinsi utara Abra, juru bicara polisi provinsi Marcy Rahmat Marron mengatakan satu orang tewas dan dua luka-luka.
Di kota terdekat dari Sultan Kudarat, kubu kelompok Muslim terbesar di negara itu, 20 orang memaksa masuk ke pusat pemungutan. Mereka berupaya membawa kabur mesin pemungutan suara.
Marron menambahkan, polisi juga menangkap dua pria dan dua wanita dengan senjata setelah pertempuran di kota pegunungan Lagayan. Namun komisaris pemilihan Rowena Guanzin mengatakan kekerasan tak berdampak pada hasil pemilihan.