REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Federal Australia, dibawah kepemimpinan Partai Liberal berencana menunda pemberlakuan pajak baru bagi para backpacker. Pajak baru ini dinilai kontroversial dan sejumlah pihak menilai penundaan ini dilakukan agar Partai Liberal terhindar dari kritikan di masa kampanye pemilu sekarang ini.
Jika perubahan pajak yang diajukan pemerintah Australia berlaku, maka para backpacker atau mereka yang berlibur sambil bekerja di Australia akan membayar pajak hingga 32,5 persen dari semua jenis pendapatan.
Saat ini, mereka yang bekerja dengan visa jenis working holiday visa hanya membayar pajak jika memiliki penghasilan di atas 18.200 dolar AS atau sekitar Rp 182 juta.
Dari pantauan ABC, pemberlakuan pajak baru bagi backpacker akan ditunda selama enam bulan. Wakil Perdana Menteri Australia, Barnaby Joyce akan mengumumkan kepastian penundaan ini dalam waktu dua pekan. Tapi salah satu anggota parlemen dari Partai Liberal mengatakan pemberlakuan pajak ini akan ditunda selama setahun, sehingga akan lebih efektif.
Industri pertanian dan pariwisata, termasuk para backpacker telah menyatakan keprihatinannya soal pajak yang lebih tinggi. Mereka meramalkan para backpacker malah akan lari ke negara-negara lain, seperti Selandia Baru atau Kanada.
Sejumlah penggiat industri pertanian dan pariwisata setuju jika backpacker harus membayar pajak, tetapi jumlah pajak hingga 32,5 persen membuat industri terkait tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain. Dengan penundaan ini bisa memberikan waktu bagi pemerintah untuk mempertimbangkan sebelum memperkenalkan visa jenis baru, khusus bagi backpacker yang bekerja.
Perdana Menteri Malcolm Turnbull, pemimpin Partai Liberal telah menyatakan mempertimbangkan penerapan pajak lebih tinggi bagi backpacker. "Kami telah mendengarkan sangat hati-hati soal masalah perubahan masalah ini di kalangan masyarakat di daerah dan kita akan berbicara lebih banyak nanti," ujar Turnbull.
Tetapi pemimpin oposisi, Bill Shorten dari Partai Buruh mengatakan hal ini malah membinggungkan.
Sementara pemimpin Partai Hijau, Richard Di Natale mengatakan langkah yang diambil Partai Liberal adalah upaya agar tidak mengundang kritikan di masa kampanye.
"Perdana Menteri dan Pemimpin Oposisi harus segera mengesampingkan pajak backpacker karena itu buruk bagi pertanian, buruk bagi pariwisata dan buruk bagi perekonomian," kata Di Natale.