REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan Jepang dan Kanada sama-sama mempunyai perhatian saksama atas pembangunan dan militerisasi di Laut Cina Selatan, Selasa (24/5).
Cina dan Amerika Serikat saling tuding melakukan militerisasi di Laut Cina Selatan setelah Beijing melakukan pengurukan besar dan pembangunan di bagian bersengketa, sedangkan Washington meningkatkan patrolinya dan pelatihan militer di perairan tersebut.
Tanggapan Abe itu, dalam pernyataan pers bersama dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, disampaikan menjelang pertemuan tingkat tinggi negara anggota G7 pada akhir pekan ini. Keamanan bahari, demikian pula dengan ekonomi dan terorisme global, akan menjadi masalah utama dalam pertemuan tersebut.
"Mengenai Laut Cina Selatan, kami sama-sama punya perhatian serius atas tindakan unilateral yang memicu ketegangan, seperti reklamasi besar-besaran, pembangunan sejumlah fasilitas, dan militerisasi. Ini pencapaian penting bahwa kami sepakat bekerja sama menjamin landasan hukum, membebaskan, dan mengamankan lautan," kata Abe kepada wartawan.
Cina mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim beberapa wilayah perairan yang dilalui kapal dagang bernilai sekitar lima triliun dolar AS per tahun itu.
Tokyo tidak ikut mengklaim rute pelayaran tersebut, namun khawatir akan peningkatan aktivitas militer Cina menjangkau jalur laut yang dilalui sejumlah kapal dagang Jepang. Trudeau menghindari berkomentar terkait sengketa wilayah perairan tersebut dan malah memutuskan tetap fokus pada hubungan ekonomi dengan Jepang.
"Sebagai bagian dari delegasi kami, Menteri Perdagangan Kanada ada di sini. Dia akan bertemu dengan sejumlah perusahaan Jepang dan berharap menyampaikan bagian dari tujuan kunjungannya," katanya.
Dia tidak menjelaskan rencana Menteri Perdagangan Internasional Kanada Chrystia Freeland di Jepang.