Rabu 08 Jun 2016 07:54 WIB

Warga Jalur Gaza Sambut Ramadhan di Tengah Kemiskinan Parah

Red: Nur Aini
Ribuan warga Palestina berbuka puasa bersama di kota Gaza, Palestina. (AP/Adel Hana)
Ribuan warga Palestina berbuka puasa bersama di kota Gaza, Palestina. (AP/Adel Hana)

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Bulan suci Ramadhan adalah masa pesta spiritual dan kesempatan bagi anggota keluarga untuk berbagi Iftar (makanan berbuka) yang lezat saat Matahari terbenam, tapi bagi banyak warga Jalur Gaza Ramadhan tahun berisi aroma kemiskinan.

Sekalipun pasar umum Az-Zawya di pusat Kota Gaza dipenuhi orang, yang datang untuk berbelanja persiapan puasa yang dimulai Senin (6/6), Fayez Al-Bitar, seorang pedagang buah, tidak sepenuhnya puas karena lemahnya daya beli masyarakat. Pedagang buah yang berusia 64 tahun itu mengeluh pembelian buah dan barang lain seperti produk makanan, kurma dan produk susu pada hari pertama Ramadhan tidak positif. Sebabnya ialah memburuknya ekonomi dan tingginya angka pengangguran serta kemiskinan di Jalur Gaza, daerah dengan dua juta warga.

Karena memahami kondisi hidup yang sulit, bukan hanya Al-Bitar, tapi semua pedagang lain yang menjual berbagai jenis produksi di pasar Jalur Gaza pada awal pekan ini mengumumkan potongan harga.

"Bahkan kampanye penjualan tidak membantu meningkatkan dan mendorong daya beli di pasar," kata Al-Bitar, sebagaimana dikutip Xinhua.

Menurutnya, warga tak punya cukup uang. "Rak di toko dipenuhi demikian banyak produk, tapi masalahnya ialah rakyat tak memiliki cukup uang untuk membeli semua yang mereka perlukan bulan ini."

Saeed Taleb, seorang pembeli di salah satu pasar Jalur Gaza, mengatakan kondisi ekonomi sangat berat dan blokade Israel telah membuat keadaan bertambah buruk karena meningkatkan angka pengangguran dan selanjutnya kemiskinan. Pada 2006, Israel memberlakukan blokade atas Jalur Gaza, dan pada 2007, Israel menganggap daerah kantung Palestina tersebut sebagai wilayah yang bermusuhan dan telah memperketat blokade setelah Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) melalui kekerasan mengambil-alih kekuasaan atas wilayah itu. Blokade tersebut beberapa kali dihentikan, tapi tak pernah dicabut.

Warga di Gaza pun mengaku tak kuat membeli berbagai barang. "Harga masih wajar buat sebagian barang, tapi sangat mahal buat barang lain, " ujr Heba An-Naffar, seorang ibu rumah tangga di Jalur Gaza. Kemiskinan terlihat nyata di kalangan sebagian besar orang Palestina, terutama buruh yang telah kehilangan pekerjaan mereka akibat kurangnya pembangunan dan bahan mentah akibat penutupan perbatasan Mesir dan Israel.

Menurut organisasi internasional dan badan PBB, lebih dari 60 persen rakyat Jalur Gaza hidup dalam kerawanan pangan sementara ratusan ribu orang mengandalkan bantuan makanan dari luar negeri. Satu laporan dari Bank Dunia mengatakan Jalur Gaza berada pada posisi ketiga di seluruh Wilayah Arab dalam masalah kemiskinan setelah Sudan dan Yaman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement