REPUBLIKA.CO.ID, LUSAKA -- Sebagian pengungsi yang menjadi sasaran serangan xenofobia di Lusaka, Ibu Kota Zambia, telah menuntut ganti-rugi.
Pada April, toko milik beberapa pengungsi, kebanyakan dari Rwanda, diserang oleh warga lokal setelah beberapa pemilik toko diduga berada di belakang serangkaian pembunuhan ritual yang telah melanda sebagian wilayah kota tersebut. Tujuh orang ditemukan tewas dengan beberapa bagian tubuh hilang.
Emile Hatungimana, Ketua Umum Masyarakat Pengungsi di Zambia, mengatakan serangan xenofobia dan penjarahan harta serta toko milik orang asing adalah perbuatan kejam dan tak berperasaan, dan korban mesti diberi ganti-rugi.
"Banyak orang jadi korban dan sejauh ini tak satu orang pun berbicara mengenai ganti-rugi. Setidaknya sesuatu untuk mulai membangun kembali kehidupan," kata Hatungimana di dalam pernyataan Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), sebagaimana dikutip Xinhua Kamis (23/6).
Ia berbicara selama peringatan Hari Pengungsi Dunia tahun ini.
Ia mengucapkan terima kasih kepada orang yang memberi perlindungan kepada pengungsi dan orang asing lain selama serangan xenofobia. Laura Lo Castro, Wakil UNHCR di Zambia, juga mengutuk serangan terhadap orang asing tersebut.
Saat mengungkapkan UNHCR tidak berada dalam posisi untuk memberi ganti-rugi kepada semua pengungsi yang terpengaruh oleh serangan xenofobia, wanita pejabat itu mengatakan sebagian bantuan melalui mitra pelaksana lembaga tersebut, Action Africa Help International Zambia, akan diberikan bagi kasus yang paling berat.
Zambia saat ini menampung lebih dari 50.000 pengungsi.