Senin 27 Jun 2016 15:56 WIB

JK tak Ingin Penyanderaaan WNI Jadi Kebiasaan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Teguh Firmansyah
  Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan.
Foto: Antara/Resno Esnir
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) siang ini di kantor Wakil Presiden. Salah satu pembahasan yang dibicarakan dalam pertemuan ini yakni langkah pemerintah untuk membebaskan para sandera WNI oleh kelompok bersenjata di perairan Filipina.

"Kita tadi membahas mengenai satu, Filipina. Tapi tentu saya belum bisa disclosed karena saya belum sempat laporan ke presiden," jelas Luhut di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (27/6).

Menurut Luhut, JK pun berpesan agar penyanderaan WNI yang kembali terulang ini tak dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu. Sebab, tambah Luhut, JK mengkhawatirkan kasus penyanderaan WNI ini justru akan membuat para pelaku penyanderaan menjadi ketagihan atau kebiasaan.

"Kita ndak mau dijadikan sandera oleh kepentingan-kepentingan, bukan politik ini sih, kepentingan seperti ini, yang kita liat kok kayaknya jadi tuman (kebiasaan) gitu," ujar Luhut.

Sebelumnya, menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, membenarkan ketujuh ABK asal Indonesia disandera oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda di Filipina Selatan pada 20 Juni 2016.

Baca juga, 10 WNI Sandera Abu Sayyaf Akhirnya Dibebaskan.

Luhut enggan membahas lebih rinci terkait upaya pembebasan ketujuh ABK asal Indonesia yang disandera tersebut. Ia pun menegaskan pemerintah tengah berupaya membebaskan para WNI tersebut.  "Ya kita sedang melakukan upaya-upaya. Nanti saya kira, dua hari ke depan kita akan bisa buka ke publik," tambah Luhut.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari crisis center, ketujuh korban penyanderaan tersebut terkadang ditahan secara terpisah dan kadang digabung menjadi satu oleh kelompok bersenjata itu. Luhut juga menyampaikan, hingga saat ini pemerintah masih melakukan verifikasi kelompok yang melakukan penyanderaan.

Begitu juga dengan informasi besaran permintaan tebusan oleh para pelaku penyanderaan. Sebab, lanjut dia, masih terdapat berbagai macam informasi yang justru membuat simpang siur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement