REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Kondisi pasar menyebabkan negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia bisa membeli biji gandum lebih murah dari Black Sea, Rusia dibandingkan dengan gandum dari Australia. Menurut pengamat pasar, hal ini tidak akan berubah dalam waktu dekat.
Indonesia merupakan pasar terbesar ekspor gandum Australia, dan dalam 12 bulan terakhir lebih murah bagi pabrik tepung untuk membeli biji gandum dari Black Sea. Biji gandum Australia dijual di pelabuhan-pelabuhan negara Asia Tenggara lebih mahal 20 hingga 30 dolar AS dibanding gandum Black Sea.
Secara global, rekor persediaan gandum dan prediksi panen di negara penghasil utama mengindikasikan harga gandum dunia akan tetap mengalami tekanan. Biaya pengangkutan massal berada di tingkat terendah disebabkan pasokan kapal yang berlebih dan penurunan dalam perdagangan.
Kondisi pasar yang buruk membuat petani Australia harus menyimpan gandumnya di kebun, namun para petani Rusia tidak memiliki kemewahan seperti itu.
"Lebih mudah bagi konsumen Asia mulai melihat sumber gandum yang lain, dan keunggulan kompetitif kita (Australia) karena dekat telah terkikis. Jika kita menetapkan harga 20 hingga 30 dolar lebih dari gandum Black Sea di sebuah pelabuhan di Asia, dan katakanlah kita akan bersaing dalam bisnis itu, maka kita harus menurunkan harga sampai 20 hingga 30 dolar," kata manajer AWB, Charlie Brown.
Petani dari Horsham di Victoria Barat, Geoff Rethus, mengaku khawatir akan kehilangan pasar. "Rusia tampaknya mampu menjual lebih murah dibandingkan kita sehingga tentunya akan menurunkan harga. Jika kita akan bersaing di pasar Indonesia, Malaysia, wilayah seperti itu sangat penting bagi ekspor kita," katanya.
Brown menambahkan pasar gandum yang tertekan mendorong petani mencoba tanaman bernilai tinggi seperti kanola dan kacang-kacangan jenis lentil, meskipun produksi gandum akan tetap tinggi musim ini.
Dalam lima tahun terakhir para petani mampu mengambil keuntungan dari tingginya harga di pasaran, Brown mengatakan minat petani terus meningkat untuk mengumpulkan gandumnya bersama di AWB.
"Kita melihat para petani yang meninggalkan manajemen risiko seperti pengumpulan gandum bersama lima tahun lalu, mampu mengambil keuntungan dari harga yang bagus. Tapi dalam 12 bulan terakhir, hal itu makin sulit, makanya kita menyaksikan (petani) ramai-ramai kembali ke pengumpulan gandum bersama," katanya.