Senin 11 Jul 2016 08:18 WIB

Pria Bersenjata Dallas Rencanakan Serangan Lebih Besar

Tim FBI, Ahad, 10 Juli 2016 bekerja di tempat kejadian perkara dimana lima polisi Dallas, AS tewas pada Kamis. Micah Johnson menembaki polisi dan menewaskan lima dan melukai tujuh polisi serta dua warga sipil.
Foto: AP Photo/Gerald Herbert
Tim FBI, Ahad, 10 Juli 2016 bekerja di tempat kejadian perkara dimana lima polisi Dallas, AS tewas pada Kamis. Micah Johnson menembaki polisi dan menewaskan lima dan melukai tujuh polisi serta dua warga sipil.

REPUBLIKA.CO.ID, DALLAS -- Veteran militer Amerika Serikat yang menembak lima personel polisi Dallas merencanakan serangan lebih besar, mungkin menggunakan bahan peledak. Pihak berwenang mengatakan ia juga mengejek polisi dan menulis di sebuah dinding dengan darahnya sebelum dilumpuhkan.

Micah X Johnson menggunakan pelatihan militernya untuk menembak para personel polisi pada Kamis malam, kata Kepala Kepolisian Dallas David Brown kepada CNN. Hari itu merupakan saat yang paling mematikan bagi penegak hukum AS sejak serangan 11 September 2011.

"Kami yakin tersangka ini memiliki rencana-renacana lain," kata Brown, Ahad (10/7).

Ia menambahkan kematian terbaru dua pria kulit hitam di tangan polisi di Minnesota dan Louisiana mengarah kepada penembakan Texas untuk mempercepat rencana-rencananya dan melancarkan serangannya. Johnson (25 tahun), seorang veteran berkulit hitam yang menjalani tugas bertempur di Afghanistan, memanfaatkan pawai spontan sebagai protes terhadap pembunuhan tersebut.

Brown mengatakan dengan menggunakan kendaraan SUV Tahoe berwarna hitam di depan para pengunjuk rasa, ia berhenti ketika ia melihat sebuah peluang untuk membidik polisi.

Menurut dia, penggeledahan rumah Johnson menunjukkan tanda-tanda pria itu telah mempraktikkan penggunaan bahan peledak, dan bukti-bukti lain memperlihatkan ia ingin menggunakannya untuk melawan penegak hukum sebagai sasaran.

Sebelum dibunuh oleh robot yang dilengkapi bom, Johnson bernyanyi, tertawa dan mengejek para petugas. Dia mengatakan kepada mereka ingin membunuh orang-orang kulit putih sebagai balasan atas pembunuhan orang-orang kulit hitam oleh polisi. Johnson menulis huruf "RB" dengan darahnya di sebuah dinding sebelum sekarat.

"Ia sepertinya sadar dan sangat ingin melukai para petugas lain," kata kepala polisi itu.

Pelatihan militer yang dialami Johnson membantunya menembak dan bergerak cepat, melepaskan tembakan beberapa kali sehingga polisi semula takut mereka menghadapi beberapa penembak. "Kami mencoba untuk mengkaji berbagai hal yang kami temukan di rumahnya termasuk apa arti huruf-huruf itu," katanya.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement