Ahad 17 Jul 2016 00:27 WIB

Aplikasi Pemerintah Prancis tak Berfungsi Respons Serangan Teror Nice

Ilustrasi serangan truk di Nice.
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi serangan truk di Nice.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebuah aplikasi yang diluncurkan bulan lalu oleh Pemerintah Prancis untuk memperingatkan pengguna dari serangan, gagal memberikan peringatan sampai lebih dari tiga jam ketika sebuah truk menabrak kerumunan orang di Nice, kata kementerian dalam negeri.

Aplikasi itu, disebut SAIP, diluncurkan oleh kementerian dalam negeri sebelum kejuaraan sepak bola Piala 2016. Aplikasi itu seharusnya berkedip memberikan peringatan pada layar ponsel pengguna jika ada serangan di dekat lokasi mereka atau dicurigai terjadi serangan di dekat mereka.

Aplikasi ini tidak mengirimkan pemberitahuan pertamanya sampai pukul 01.34 pagi waktu setempat. Ini lebih dari tiga jam setelah seorang pria Tunisia berusia 31 tahun melaju dengan truk, menyusuri boulevard pantai Promenade des Anglais, kemudian menabrak kerumunan yang menewaskan 84 orang dalam perayaan hari Bastille.

"Informasi yang terkait dengan serangan di Nice pada 14 Juli itu dikirim terlalu terlambat oleh aplikasi SAIP," kata kementerian dalam negeri dalam sebuah pernyataan.

Pembuat aplikasi itu telah dipanggil dalam pertemuan krisis pada Jumat (15/7) sore. Mereka diminta untuk menyempurnakan aplikasi tersebut tanpa penundaan sehingga insiden seperti itu tidak bisa terjadi lagi.

Pesan telah disiapkan oleh prefektur lokal sekitar pukul 23.15 waktu setempat, tapi kesalahan teknis menghambat aplikasi yang dirancang oleh perusahaan Prancis Deveryware untuk mengirimkan peringatan, menurut koran Les Echos, mengutip sumber-sumber pemerintah.

Deveryware tidak segera memberikan komentar. Salah satu pengguna Twitter yang berbasis di Nice, Nathan Lellouche, mengunggah gambar dari aplikasi itu yang menunjukkan pesan "tidak ada insiden yang sedang berlangsung" pada malam serangan, disertai kicauan, "Aplikasi ini hanya punya satu tugas tapi bahkan tidak bisa melakukannya."

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement