Kamis 28 Jul 2016 13:49 WIB

Ini Jawaban Kemenlu Soal Kekhawatiran PBB atas Hukuman Mati

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Lokasi Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, yang akan digunakan untuk pelaksanaan eksekusi mati tahap III di Pulau Nusakambangan, terlihat dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Rabu (27/7).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Lokasi Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, yang akan digunakan untuk pelaksanaan eksekusi mati tahap III di Pulau Nusakambangan, terlihat dari dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri Indonesia menegaskan hukuman mati yang dijatuhkan kepada bandar narkoba adalah penegakan hukum. Hukuman mati tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional dan hak hidup yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Kita melakukan hal ini karena tindakan terhadap cepatnya perkembangan narkoba di Indonesia," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir kepada wartawan, Kamis (28/7).

Indonesia dahulu merupakan tempat transit narkoba, namun kini menjadi tujuan pasar utama di kawasan Asia. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), hampir 40 hingga 50 orang meninggal setiap harinya di Indonesia.

"Sekitar 4,1 juta jiwa terpengaruh barang terlarang tersebut. Negara juga dirugikan hingga mencapai Rp 63,1 triliun," kata Arrmanatha.

Itu artinya sekitar 2,2 persen dari total penduduk Indonesia terpengaruh narkotika. Ia mengatakan, pemerintah Indonesia telah melakukan proses hukum sesuai dengan sistem peradilan yang berlaku di Indonesia.

"Semua hak hukum dan semua proses hukum tehadap terpidana mati sudah dilakukan," ujarnya.

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Kelompok Hak Asasi Manusia Amnesty International menyampaikan kekhawatirannya terhadap hukuman mati di Indonesia. Mereka menyatakan hukuman mati tidak bisa mencegah kejahatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement