Jumat 29 Jul 2016 09:53 WIB

Rwanda Musnahkan 55 Ton Amunisi

Tentara Prancis dan Rwanda memeriksa senjata yang ditinggalkan militan Seleka setelah mereka mengevakuasi kamp Kasai di Bangui, Republik Afrika Tengah.
Foto: AP/Jerome Delay
Tentara Prancis dan Rwanda memeriksa senjata yang ditinggalkan militan Seleka setelah mereka mengevakuasi kamp Kasai di Bangui, Republik Afrika Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Rwanda memusnahkan 50 ton lebih senjata usang dan berlimpah dalam kegiatan yang dilakukan Pasukan Pertahanan Rwanda melalui kemitraan dengan Pusat Regional mengenai Senjata Ringan di Danau Raya, Tanduk Afrika dan Negara Berbatasan (RECSA).

Tujuan operasi itu untuk membebaskan negara Afrika Timur tersebut dari senjata berbahaya dan membatasi kejahatan di masyarakat. Amunisi yang dibakar di Barak Militer Gabiro itu di Kabupaten Nyagatare TImur meliputi granat dan bom sejalan dengan antipenyebaran Senjata Ringan dan Senjata Kecil Terlarang (SALW).

Ketika berbicara kepada wartawan tak lama setelah pemusnahan itu pada Kamis (28/7), Sekretaris Pelaksana RECSA Theoneste Mutsindashayaka mengatakan pemusnahan tersebut bertujuan menghapuskan volume senjata berbahaya yang tak lagi diperlukan dan telah kedaluwarsa.

"Jika semua senjata ini tidak dimusnahkan, senjata ini akan lebih berbahaya buat penduduk ketimbang kerusakan lingkungan hidup kecil yang bersumber dari pemusnahannya. Kita telah melihat peledak yang ditanam melukai dan membunuh orang," kata Mutsindashaya.

Pemusnahan senjata tersebut adalah kegiatan rutin di Rwanda sejak 1994. Sebanyak 52.807 ton amunisi dan senjata dimusnahkan dari gudang RDF. Menurut RECSA, Afrika kehilangan sebanyak 18 miliar dolar AS setiap tahun akibat konflik bersenjata.

Pada Februari 2011, hampir 26 orang tewas dan lebih dari 300 orang lagi cedera akibat ledakan senjata yang sudah kedaluwarsa di Kamp Militer Gombo le Mboto di Dar es Salaam, Tanzania. Pada April 2012, sebanyak 200 orang tewas ketika senjata yang disimpan meledak di Brazzaville, Ibu Kota Republik Kongo.

RECSA adalah organisasi antarpemerintah yang didirikan pada Juni 2005. Organisasi itu memiliki mandat menangani penyebaran SALW gelap dan menyedikan lingkungan yang mendukung bagi pembangunan berkelanjutan di negara anggotanya. Anggota RECSA saat ini meliputi Rwanda, Kenya, Burundi, Tanzania, Ethiopia, Somalia, Republik Afrika Tengah, Republik Kongo, Republik Demokratik Kongo (DRC), Djibouti, Eritrea, Seychelles, Sudan, Uganda dan Sudan Selatan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement