Ahad 07 Aug 2016 05:05 WIB

Saat Warga Jepang Merencanakan Kematian

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Achmad Syalaby
Warga Jepang menikmati aktivitas piknik di taman saat musim sakura berkembang
Foto:

Sejumlah perusahaan mencermati peluang dari industri pemakaman itu dan memanfaatkannya. Penerbit menghadirkan buku panduan praktis pascakematian, termasuk alternatif memilih batu nisan dan menghamburkan abu di Teluk Tokyo.

Dua tahun lalu, raksasa internet Yahoo Jepang meluncurkan layanan Yahoo Ending dengan biaya bulanan seumur hidup sebesar 180 yen (Rp 23 ribu). Saat seseorang meninggal, akun bakal otomatis ditutup dan sebuah surel pengumuman dikirimkan sebagai pengingat kepada teman-teman dan keluarga mendiang. 

Layanan lain termasuk pembuatan halaman memorial daring serta layanan mengatur pemakaman lengkap dengan pendeta Buddha. Namun, Yahoo Jepang menutup layanan tersebut pada April 2016 karena kurang disambut baik.

Sementara, Amazon Jepang menawarkan layanan sewa biarawan untuk membacakan doa kematian dan mengurus perabuan. Bisnis pemakaman Aeon bahkan membuka gerai di pusat perbelanjaan dan menghadirkan tempat uji coba peti mati gratis kali pertama di tahun 2011.

Yukihiro Masuda, pemilik perusahaan WillLife, mengatakan bahwa calon kliennya kini lebih siap berbicara tentang akhir kehidupan. Namun, sebagai pelaku bisnis kematian, ia berharap perusahaan tidak merugikan pelanggan.

Misalnya, dengan memberikan paket pemakaman dengan harga terjangkau hingga peti mati yang terbuat dari bahan ramah lingkungan. Apalagi, menurut Masuda, mayoritas orang Jepang cenderung menginginkan upacara kematian sederhana untuk keluarga dan teman-teman dekat.

"Perusahaan perlu mendengarkan apa yang diinginkan pelanggan, bukan hanya menawarkan paket lama yang sama," kata dia.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement