Ahad 28 Aug 2016 21:45 WIB

Australia-Timor Leste Negosiasi Sengketa Maritim

Timor Leste merupakan salah satu negara paling miskin di kawasan.
Foto: abc
Timor Leste merupakan salah satu negara paling miskin di kawasan.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sengketa yang terus berlanjut antara Australia dan Timor Leste mengenai batas perairan kemungkinan akan bisa diselesaikan dalam kasus pertama yang akan mulai disidangkan di Pengadilan Arbitrasi Permanen di Den Haag Senin besok (29/8).

Pada April, Timor Leste memulai konsiliasi wajib berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) atas wilayah sengketa yang berisi cadangan minyak dan gas besar senilai sekitar 40 miliar dolar AS. Australia menolak menegosiasikan batas permanen dengan Timor Timur.

Pengaturan pembagian pendapatan sementara telah disepakati dalam perjanjian yang ditanda tangani pada 2002 dan 2006.

Sebagai bagian dari Perjanjian Pengaturan Maritim Tertentu di Laut Timor (CMATS) 2006, Timor Timur, menyepakati klausul yang menempatkan negosiasi batas maritim ini berlaku permanen selama 50 tahun.

Namun, Timor Timur percaya perjanjian 2006 harus dibatalkan karena operasi penyadapan Australia yang dianggap ilegal.

Pada 2012, Perdana Menteri Xanana Gusmao menemukan agen intelijen Australia telah menyadap kamar kerja kabinet Timor Timur selama proses negosiasi ini berlaku.

Agen Rahasia Intelijen Australia (ASIS) menempatkan perangkat penyadap di dinding kantor kabinet, sambil berpura-pura memberikan bantuan pekerja yang terlibat dalam proyek renovasi gedung tersebut. Operasi ini memperlihatkan transkrip percakapan rahasia yang dilakukan oleh tim perunding Timor Timur yang dikirim ke tim negosiasi Australia, dan memberikan mereka keuntungan selama pembicaraan perjanjian berlangsung.

Agen intelijen senior yang menjalankan operasi yang dikenal dengan sebutan Saksi K, direncanakan akan memberi kesaksian dalam persidangan kasus lain di Den Haag terkait dengan operasi penyadapan, sampai Australia menyita paspornya untuk mencegahnya dia dari bepergian.

Dalam konsiliasi wajib yang direncanakan dimulai Senin, Mahkamah Internasional tidak memiliki kemampuan memaksa Australia menyetujui batas-batas maritim yang mungkin disarankan oleh Panel Komisioner Mahkamah Internasional. Australia menarik diri dari prosedur penyelesaian sengketa wajib ini berdasarkan UNCLOS 2002, hanya dua bulan sebelum Timor Timur merdeka.

Sementara ini berarti setiap keputusan dalam konsiliasi mendatang tidak bersifat mengikat, Pemerintah Australia membuat suara-suara yang menginginkan dilakukannya resolusi sengketa setelah terbit keputusan pengadilan. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Australia di Dilli Kamis lalu mengatakan: "Pernyataan Australia [di luar pengadilan] akan menunjukan garis besar pandangan Australia atas sengketa Laut Timor dan bagaimana kasus ini mungkin diselesaikan."

Dalam sebuah pernyataan kepada ABC, Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan: "Seperti putusan dalam kasus arbitrase Filipina, kami mempertimbangkan keputusan konsiliasi wajib mendatang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak."

Komentar ini bisa diartikan sebagai Pemerintah Australia mulai melunakkan posisinya di persidangan, atau bisa menjadi tanda bahwa dalam hal ini Australia sangat yakin dengan posisinya yang akan menang di pengadilan. Pemerintah Australia meyakini perjanjian yang telah dinegosiasikan dengan Timor Timur pada tahun 2002 dan 2006 adalah sesuai dengan hukum internasional.

Mungkin saja tim Australia bisa berpendapat Mahkamah internasional tidak memiliki yurisdiksi untuk mendamaikan sengketa batas maritim ketika hanya ada dua pihak yang hadir. Pihak ketiga yang berbagi batas di Laut Timor adalah Indonesia, yang telah setuju menegosiasikan ulang batas maritim bilateralnya dengan Timor Leste.

Setiap keputusan yang dibuat oleh Pengadilan Tetap Arbitrase atas batas maritim antara Australia dan Timor Timur ini bisa berdampak terhadap sengketa teritorial yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan. Timor Timur adalah negara pertama yang mengajukan konsiliasi wajib berdasarkan UNCLOS, dan kasus ini bisa menjadi preseden yang bisa diterapkan di tempat lain.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/sengketa-batas-maritim-australia-timor-leste/7792816
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement