REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengundang Presiden Palestina Mahmoud Abbas agar kedua belah pihak mengadakan pertemuan dengan parlemen. Nantinya, masing-masing pihak akan membicarakan tentang perdamaian di wilayah mereka.
Netanyahu dalam pertemuan di Majelis Umum PBB mengatakan Israel dan Palestina harus bekerja sama mencapai kesepakatan perdamaian. Ia meminta agar Abbas tidak memicu kebencian, seperti yang selama ini terjadi.
Komentar itu datang setelah Abbas menyerukan PBB untuk menghentikan pendudukan Israel pada 2017. Ia mengatakan sudah berlangsung setengah abad lamanya.
"Pada Juni 2017 nanti, Israel telah menduduki Palestina selama setengah abad. Ini harus segera dihentikan karena hal itu terus memicu kekerasan," ujar Abbas seperti dilansir BBC, Jumat (23/9).
Konflik puluhan tahun antara Israel dan Palestina disebabkan pembagian wilayan Tepi Barat dan Yerusalem. Netanyahu telah menolak perjanjian pebatasan yang dibentuk pada 1967 dan mengatakan tidak akan mencabut pemukiman penduduknya di sana.
Netanyahu kemudian meminta agar Abbas berbicara secara langsung dengan parlemen Israel. Ia berkata akan dengan senang hati untuk dapat juga bertemu dengan parlemen Palestina, dibandingkan harus berbicara di pertemuan Majelis Umum PBB.
"Bukankah lebih baik saya dan Abbas berbicara satu sama lain. Saya mengundang Anda untuk berbicara dengan parlemen Israel dan senang hati membalas kunjungan itu di Ramallah, Palestina," jelas Netanyahu.
Baca juga, Israel Kembali Rampas Tanah Palestina di Tepi Barat.
Ia juga mengatakan siap bernegosiasi dengan parlemen paelstina menyangkut segala macam hal. Namun, tidak untuk satu hal yang mengancam hak keberadaan Israel.
Namun, Abbas menolak tawaran Netanyahu. Ia menejlaskan hal ini berkaitan dengan sikap garis keras perdana menteri itu dalam isu-isu inti mencapai kesepakatan perdamaian dua pihak. "Ini selalu tentang keberadaan Israel sebagai negara Yahudi di batas apapun," kata Abbas menambahkan.