REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Swiss menggelar referendum untuk meningkatkan keamanan penduduk pada Ahad (25/9). Sebanyak 65,5 persen pemilih sepakat memberikan kewenangan lebih pada otoritas keamanan untuk 'memata-matai' penduduknya.
Kini, otoritas Swiss diizinkan untuk mencuri dengar rahasia penduduknya. Hasil referendum ini memberikan izin pada polisi dan inteligen untuk menyadap telpon dan komunikasi orang tertentu dengan izin pengadilan federal, Kementerian Pertahanan dan kabinet.
Swiss menjadi negara pertama yang mengizinkan praktik seperti ini. Negara-negara tetangganya di Eropa melarang keras hal tersebut. Rencana ini sebenarnya lolos di parlemen tahun lalu. Namun aliansi Partai Sosialis dan Green memimpin upaya untuk membawanya ke referendum.
Sistem demokrasi langsung Swiss mengizinkan referendum sebanyak empat kali dalam satu tahun untuk membuat keputusan soal legislasi baru. Dikutip Guardian, referendum kali ini hanya menggaet 43 persen pemilih.
Jumlah ini lebih rendah dari pemilihan-pemilihan lainnya. Sebelum ini, Swiss menggelar referendum untuk topik yang lebih kontroversial seperti imigrasi, Islam dan keanggotaan Uni Eropa.
Menteri Pertahanan Swiss, Guy Parmelin bersikeras bahwa negaranya tetap pada standar internasional. "Dan ini tidak bisa dibandingkan dengan level pengintaian yang dilakukan negara-negara besar seperti AS," kata dia dikutip Independent.
Hasil pemilihan kali ini dinilai menunjukkan perbedaan cara pandang penduduk setelah sejumlah aksi teror terjadi di seluruh Eropa. Politikus dari partai Green, Lisa Mazzone, mengatakan pada RTS hasil referendum ini adalah bukti berhasilnya kampanye menakut-nakuti soal akan adanya serangan.