REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan Washington dan sekutunya menggunakan konflik Suriah sebagai alat bermain politik. Menurutnya, negara-negara Barat sama sekali tidak memberikan solusi nyata.
Ia menuturkan, Moskow telah mengajukan tawaran untuk mengirim pasukan penjaga konvoi bantuan ke Aleppo. Namun, Washington justru menuduh Moskow melakukan kejahatan perang.
"Ini adalah retorika politik yang tidak memiliki signifikansi besar dan tidak memperhitungkan situasi nyata di Suriah," kata Putin, di stasiun TV Perancis TF1, dalam wawancara di Kota Kovrov seperti dilansir RT, kemarin.
Putin menuduh Barat mendestabilisasi Suriah. Menurut dia, Arab Spring 2011 menjadi awal mula ketegangan yang terjadi di negara-negara berpenduduk mayoritas Islam di Timur Tengah.
"Saya sangat percaya tanggung jawab atas apa yang terjadi di wilayah tersebut, khususnya di Suriah, ada di tangan Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk negara-negara Eropa. Ingat bagaimana setiap orang bergegas mendukung Arab Spring? Bagaimana semua itu berakhir? Ingat seperti apa Libya atau Irak sebelum hancur karena pasukan Barat?" ujar Putin.
Putin mengaitkan konflik yang berkembang di Timur Tengah dengan banyaknya serangan terorisme di Eropa. Terorisme direncanakan oleh kelompok radikal seperti ISIS, yang terlibat dalam kekacauan Timur Tengah.
"(Sebelum Arab Spring), negara-negara Timur Tengah tidak menganut sistem demokrasi seperti yang kita kenal saat ini. Tapi apapun yang terjadi, negara-negara tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda terorisme. Mereka bukan ancaman bagi Paris, untuk Cote d'Azur, untuk Belgia, Rusia, atau untuk Amerika Serikat. Dan sekarang, mereka menjadi sumber ancaman teroris. Tujuan kami adalah untuk mencegah hal yang sama terjadi di Suriah," ungkapnya.
Baca juga, Erdogan: Turki Berhak Gelar Operasi Militer di Suriah.
Barat menyalahkan Rusia atas serangan terhadap konvoi PBB pada 20 September lalu. Washington kini menghadapi jalan buntu dalam membicarakan masalah Suriah dengan Moskow
Putin mengatakan, Rusia masih terbuka untuk membantu menyelesaikan yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan di Suriah. Sejak lima tahun lalu, konflik Suriah telah menewaskan sedikitnya 400 ribu orang.