Jumat 14 Oct 2016 06:57 WIB

Kematian Raja Thailand tak Ganggu Perekonomian

 Seorang wanita Thailand menangis di Rumah Sakit Siriraj di mana Raja Bhumibol Adulyadej dirawat di Bangkok,  Raja Bhumibol Adulyadej dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (13/10).
Foto: AP/ Wason Wanichakorn
Seorang wanita Thailand menangis di Rumah Sakit Siriraj di mana Raja Bhumibol Adulyadej dirawat di Bangkok, Raja Bhumibol Adulyadej dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand tidak mungkin menghadapi gangguan besar ekonomi setelah kematian raja yang sangat dihormati, Bhumibol Adulyadej, meskipun rakyat negeri itu mengalami duka cita, demikian kata sejumlah analis risiko dan diplomat.

Meninggalnya raja berusia 88 tahun setelah mengalami berbagai persoalan kesehatan selama beberapa tahun terakhir diumumkan oleh pihak istana, Kamis (13/10).

Ratusan orang berkumpul di sisi luar Rumah Sakit Siriraj, Bangkok, sebagian besar menangis. Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn yang diperkirakan menggantikan posisi ayahnya mengunjungi ayahnya pada pagi hari.

Baik pemerintah maupun istana kerajaan mengumumkan rencana perkabungan dan tidak ada pengumuman lanjutan mengenai suksesi. Tiga juru bicara pemerintahan tidak mengangkat panggilan telepon, Kamis, untuk dimintai komentar mengenai berita tersebut, sebut Reuters.

Pemerintahan militer menekankan melalui undang-undang baru yang ingin memastikan pengawasan atas stabilitas pemerintahan selama beberapa tahun untuk mengontrol transisi kerajaan secara tegas.

Pemerintah mungkin menunda hingga 2018 untuk menggelar pemilihan umum yang dijadwalkan pada tahun depan dan bursa saham di Thailand nilai tukar baht mungkin akan berubah cepat setelah kematian Sang Raja, demikian pengamat risiko dari Eurasia Group dalam laporan yang dikeluarkan sebelum pengumuman kematian Sang Raja.

Namun dengan mengingat transisi yang berjalan mulus, gangguan besar diperkirakan tidak terjadi, demikian lima diplomat di Bangkok saat berbicara kepada Kantor Berita Reuters.

"Kami berharap suksesi kerajaan kepada pewaris yang ditunjuk, Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn, akan stabil dan naik-turunnya bursa seiring dengan kematian Sang Raja tidak akan berlangsung lama," kata Eurasia Group.

Secara keseluruhan, dampak terhadap investasi relatif rendah dan terbatas pada apa yang sepertinya hanya pada awal masa berkabung selama 100 hari, kata mereka menambahkan. Ketatnya undang-undang penghinaan terhadap raja membuat pembicaraan umum atas berbagai rencana suksesi dapat dikenai tuntutan hukuman lama di penjara.

Indeks gabungan bursa saham Thailand turun sekitar 6,9 persen, Rabu (12/10), hingga ke level terendah sejak 1 Maret 2016, namun kembali pulih hingga penutupan sebesar 2,5 persen. Bursa saham tersebut ditutup naik 0,47 persen pada Kamis sebelum pengumuman kematian Sang Raja.

Ketua analis Nordea Market, Amy Yuan Zhuang, yang berbasis di Singapura, menyatakan perekonomian tidak terkena sentimen dorongan baht yang bisa menjadi rentan terhadap arus modal keluar. "Kami hanya melihat dua atau tiga hari modal bersih yang keluar dari ekuitas dan pasar obligasi lokal serta nilainya tidak terlalu besar," kata Zhuang sebelum pengumuman kematian Sang Raja.

Namun perempuan tersebut menambahkan aliran modal keluar tidak akan meningkat. Para pemimpin perusahaan Thailand menyatakan secara pribadi mereka percaya bahwa pemerintahan militer akan menjamin transisi yang berlangsung mulus, demikian Antara News.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement