REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- PBB memperingatkan bahwa ISIS telah menimbun bahan kimia dengan jumlah besar di wilayah sipil Mosul untuk melawan pasukan Irak. Juru Bicara Badan Hak Asasi Manusia PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan, bahan kimia yang ditimbun berupa amonia dan belerang sebagai bahan baku senjata kimia.
Pasukan Irak dan pasukan Peshmerga Kurdi telah beberapa kali menghadapi senjata kimia ISIS setelah berhasil mendekat ke Kota Mosul. Namun, dikhawatirkan ISIS yang semakin terpojok akan menyerang warga sipil dengan brutal menggunakan senjata dari bahan kimia yang mereka timbun
"Kami hanya bisa berspekulasi bagaimana mereka akan menggunakan senjata kimia. Kami menaikkan kewaspadaan bahwa ada bahan kimia yang mereka timbun," ujar Shamdasani, Jumat (11/11).
Menurutnya, penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil akan dianggap sebagai kejahatan perang. The Telegraph melaporkan, pada Juni lalu ISIS sengaja memindahkan wilayah pengoperasian senjata kimia mereka di tengah pemukiman warga sipil untuk menghindari serangan udara dari pasukan koalisi.
Sejumlah warga di distrik al-Mohandseen dan al-Andalus dilaporkan mengalami kesulitan bernapas dan menderita ruam parah. Mereka terkena efek samping dari paparan zat-zat kimia yang dimiliki ISIS.
Bulan lalu, militan ISIS membakar pabrik kimia di Misraq, sekitar 40 mil di selatan Mosul. Asapnya menewaskan empat orang warga sipil dan 1.000 lainnya harus dirawat di rumah sakit.
ISIS diduga semakin putus asa dalam perjuangan mereka mempertahankan kekuasaan di Mosul, dengan satu juta penduduknya yang tersisa. Mereka dilaporkan menculik para perempuan, termasuk dari Yazidi, untuk digunakan sebagai perisai manusia.
Operasi untuk merebut kembali Mosul dari ISIS dimulai pada 17 Oktober lalu oleh pasukan Irak dan Kurdi. Kemajuan pesat terlihat di pekan pertama operasi, namun semakin melambat setelah pasukan Irak mulai memasuki wilayah padat penduduk.
Irak tidak bisa mengandalkan serangan udara karena berisiko mengenai warga sipil. Warga sipil di Mosul pun telah diperingatkan agar tetap tinggal di rumah selama operasi berlangsung.
Pertempuran berubah menjadi serangan darat antara Irak dan ISIS. Warga sipil kembali berisiko terjebak dalam baku tembak atau bahkan menjadi target tembakan langsung oleh anggota ISIS ketika mencoba melarikan diri.