Selasa 29 Nov 2016 16:43 WIB

Kelompok Militan Diklaim Menyebar di Cina Daratan

Milisi Bersenjata (ilustrasi)
Milisi Bersenjata (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kelompok militan saat ini sudah menyebar di dataran Cina, dimulai dari Xinjiang, wilayah yang lama diduga pemerintah sebagai pangkalan pasukan separatis, kata pejabat senior urusan agama negara itu.

Cina mengaku sedang menghadapi ancaman serius dari kelompok garis keras di Xinjiang, wilayah yang berbatasan dengan sejumlah negara Asia Tengah, Afghanistan, dan Pakistan. Sebagian besar penduduknya adalah kelompok minoritas Muslim Uighur.
 
Ratusan orang tewas dalam beberapa tahun terakhir akibat kerusuhan. Pemerintah menduga insiden itu disebabkan oleh kelompok militan. Alhasil, otoritas terkait pun mengawasi ketat aktivitas agama di wilayah itu demi memberantas radikalisme dan menjaga stabilitas.
 
Pikiran fanatik kini telah menyusup penduduk di dataran Cina", kata Kepala Badan Administrasi Agama Negara dalam Kongres Nasional Asosiasi Muslim Cina, Wang Zuoan sebagaimana dikutip koran pemerintah China Daily, Senin (28/11). Koran itu tidak memberi keterangan tambahan terkait proses penyebaran ajaran keras berikut provinsi yang terdampak.
 
Namun Wang mengatakan petugas urusan agama Cina mesti menjadi garda depan melawan pengaruh pegaris keras, serta mengubah mereka yang sudah terpengaruh. "Kita mesti memberi tahu umat Muslim ada aktivitas agama yang legal dan tidak, sehingga nantinya mereka dapat menghindari kegiatan ilegal," katanya ke asosiasi Muslim, Sabtu.
 
"Cina mesti mengawasi sekte Menhuan," ujar Wang merujuk ke aliran sufistik Islam di Cina seperti dikutip laman Badan Administrasi Agama Negara.
 
Penduduk muslim Cina berjumlah 21 juta jiwa, diantaranya termasuk etnis Uighur. Kelompok Muslim lain, Hui juga tersebar di China, khususnya daerah Ningxia, Cina Barat dan Yunnan, Cina Barat Daya. Presiden Xi Jinping mendesak umat Muslim Cina melawan pengaruh agama ilegal.
 
Kerusuhan yang dianggap pemerintah dilakukan pegaris keras ikut menyebar di luar Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.

Seseorang dilaporkan melakukan penusukan di stasiun kereta Kunming, Yunnan Maret 2014, menewaskan lebih dari 30 jiwa.

 
Pegiat hak asasi manusia mengatakan kerusuhan di Xinjiang merupakan puncak kemarahan atas kekerasan fisik dipicu konflik etnis, tekanan terhadap ekonomi dan aktivitas keagamaan yang dialami masyarakat Uighur, suku berbahasa Turki. Beijing berulang kali menyangkal telah mendiskriminasi agama para minoritas di Xinjiang atau wilayah lainnya.
 
Terlepas dari kemunculan banyak aliran kepercayaan, pejabat Cina yang ateis membuat batasan dengan hanya mengakui agama tertentu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement