REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai, belajar dari kegagalan Irak dan Suriah melumpuhkan ISIS, pemerintah Indonesia patut memberi wewenang penuh kepada TNI dan Polri untuk mempersempit ruang gerak para simpatisan gerakan itu di Indonesia.
"Ketahanan nasional akan menghadapi ujian maha berat jika rencana ISIS membangun basis di Asia Tenggara tidak segera ditangkal," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Rabu (14/12).
Bambang menjelaskan beberapa indikasi sudah terlihat di permukaan. Indikasi pertama adalah kecemasan yang sudah disuarakan oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Keduanya, kata Bambang, sudah mengemukakan niat ISIS membangun basis di Filipina Selatan untuk mewujudkan kepemimpinan baru baru di Filipina, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Indikasi kedua, jelas ia, adalah kembalinya puluhan simpatisan ISIS warga negara Indonesia (WNI) ke tanah air. "Pertanyaannya adalah mereka kembali untuk apa ?. Kembali untuk menjalani kehidupan normal ?. Atau, kembali untuk mewujudkan rencana ISIS membangun kekhalifahan di Asia Tenggara ?," katanya.
Indikasi ketiga adalah rencana serangan bom bunuh diri ke Istana Negara. Jelang Sabtu (10/12) sore pekan lalu, publik dikejutkan oleh pemberitaan tentang keberhasilan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti tror Mabes Polri mengamankan tiga orang yang berencana melancarkan serangan dengan bom di Istana Kepresidenan.
(Baca Juga: ISIS Berbahasa Melayu Ancam Malaysia)
Ketiga orang itu ditangkap di sebuah rumah di Jalan Bintara Jaya VIII Bekasi, Jawa Barat, tepatnya di kamar kos 104.
Menurut Bambang, ada semacam gelagat bahwa sel-sel terorisme di Indonesia juga memberi respons positif terhadap rencana ISIS membangun basisnya di Asia Tenggara. Kelompok-kelompok teroris itu sudah terang-terangan melampiaskan kebencian pada segenap jajaran Polri.