REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mulai mengeluarkan kebijakan baru bagi para pendatang asing. Pemerintah meminta pelancong asing tertentu menginformasikan akun media sosial mereka.
Permintaan tersebut merupakan bagian dari sistem online Electronic System for Travel Authorization (Esta). Esta adalah aplikasi visa yang harus diajukan sebelum bepergian ke AS.
Pilihan media sosial yang tersedia adalah Facebook, Twitter, Google+, Instagram, LinkedIn dan YouTube. Pengaju visa harus mencantumkan akun-akun mereka di media sosial tersebut.
Seperti dilansir The Guardian, menurut laporan, program yang disebut Customs and Border Protection ini adalah salah satu upaya mengatasi ancaman potensi teror. Program mulai berlaku pekan lalu.
Otoritas berhak menolak aplikasi visa dan pelancong jika tidak menyertakan informasi akun media sosial. Ide program telah dihembuskan sejak lama. Namun, kritikan tidak berhenti menghampiri.
Aktivis privasi hak asasi mengatakan aturan itu bisa membuat akun medsos disebarkan ke banyak lembaga. Menurut proposal US Federal Register, koleksi data medsos bertujuan memperkuat proses penyelidikan yang telah ada juga sebagai bahan Departemen Keamanan Dalam Negeri.
Asosiasi Internet juga berpendapat kebijakan itu mengancam kebebasan berekspresi. Facebook, Google dan Twitter termasuk dalam asosiasi.
Pemerintah AS menerima sekitar 10 juta aplikasi visa per tahunnya. Sebanyak 77,5 juta pengunjung asing datang ke AS pada 2015. Koleksi data medsos dari semua pengunjung tersebut akan menghasilkan database yang sangat banyak.