Senin 02 Jan 2017 20:57 WIB

Presiden Prancis Harapkan 2017 Tahun Kemenangan Lawan Terorisme

Presiden Prancis Francois Hollande.
Foto: Reuters
Presiden Prancis Francois Hollande.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Presiden Prancis Francois Hollande menuju Irak pada Senin (2/1). Kepada pasukan Prancis, yang ditempatkan di negara tersebut, dia mengatakan, mengenai harapannya tentang tahun kemenangan melawan terorisme.

Presiden dari Partai Sosialis itu, yang negaranya mengalami serangkaian serangan pegaris keras dalam dua tahun belakangan, mengatakan, kepada prajurit bahwa memberi iuran kepada sekutu pimpinan Amerika Serikat mencegah pembunuhan massal lebih besar di tanah air mereka. "Segala sesuatu, yang memberi iuran untuk membangun kembali Irak adalah langkah tambahan untuk menghindari serangan 'Daesh' di wilayah kita," kata Hollande, yang menyebut ISIS dalam singkatan bahasa Arab.

Hollande merasakan ketenarannya terpuruk sejak menjabat presiden, di tengah rasa putus asa atas penanganannya di bidang ekonomi dan keamanan. Dia mengatakan, tidak akan mengikuti lagi pemilihan presiden pada tahun ini.

Dia akan melanjutkan perjalanan ke Kota Erbil yang dihuni suku Kurdi, di mana Prancis akan mengirimkan sekitar 38 ton bantuan kemanusiaan termasuk obat-obatan.

Sebelumnya, ISIS menyerang pos pemeriksaan polisi Irak dekat Selatan Kota Najaf pada Ahad dan menewaskan tujuh orang anggota kepolisian selagi pasukan pemerintah di wilayah Utara membuat upaya lebih untuk melawan militan di Mosul, yang menjadi benteng pertahanan terakhir ISIS di negara itu.

Pengambilalihan Mosul kemungkinan bisa mengakhiri kelompok yang mengatasnamakan khalifah Islam yang telah menguasai kota tersebut sejak tahun 2014. Namun, militan ISIS masih mampu bertempur menggunakan teknik gerilya di Irak dan merancang atau menginspirasi serangan ke negara-negara Barat.

Pertempuran di Mosul, yang melibatkan 100 ribu anggota pasukan Irak, anggota pasukan keamanan Kurdi, dan kelompok milisi Syiah, adalah gerakan darat terbesar di Irak sejak serbuan pimpinan pasukan Amerika Serikat pada 2003.

Sejumlah tentara elit Irak kembali mengambil alih markas di Mosul yang merupakan markas terbesar kelompok garis keras di Irak, namun mereka maju secara perlahan untuk menekan musuh.

Seperti dilansir Reuters, Senin (2/1), Perdana Menteri Irak Haider Al Abadi, yang sebelumnya berjanji menguasai kembali Mosul pada akhir tahun lalu, pada pekan ini menyatakan membutuhkan tiga bulan lagi untuk mengusir ISIS dari Irak.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement