Ahad 15 Jan 2017 21:49 WIB

Pertemuan APPF di Fiji, Indonesia Usulkan Enam Draf Resolusi

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: M.Iqbal
Ketua Delegasi Indonesia di APPF Fadli Zon, Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf, dan Anggota BKSAP Yoseph Umar Hadi (dari kiri ke kanan) dalam pertemuan Asia Pacific Parliamentary Forum di Nadi, Fiji, Ahad (15/1).
Foto: Mas Alamil Huda/Republika
Ketua Delegasi Indonesia di APPF Fadli Zon, Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf, dan Anggota BKSAP Yoseph Umar Hadi (dari kiri ke kanan) dalam pertemuan Asia Pacific Parliamentary Forum di Nadi, Fiji, Ahad (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID,NADI -- Delegasi Indonesia membawa enam draf resolusi yang akan diperjuangkan dalam Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) ke-25 di Nadi, Fiji, 15-19 Januari 2017. Keenam draf yang diusung meliputi isu ekonomi, sosial, politik, perdamaian hingga keamanan negara-negara di Asia Pasifik.

Ketua Delegasi Indonesia di APPF Fadli Zon mengatakan, Indonesia berkomitmen akan terus berupaya dan mendorong negara-negara di Asia Pasifik meningkatkan kerja sama untuk mewujudkannya. Apalagi Indonesia selalu berpartisipasi aktif dalam forum tahunan yang diselenggarakan pertama kali pada 1993 di Jepang ini.

“Kita berharap hasil-hasil pembicaraan yang menyangkut perdamaian, keamanan, ekonomi, sosial maupun budaya itu selalu menjadi bahan-bahan kajian dalam APPF, dan kita akan selalu aktif berpartisipasi,” kata dia seperti dilaporkan wartawan Republika Mas Alamil Huda dari Nadi, Fiji, Ahad (15/1) waktu setempat.

Beberapa delegasi Indonesia yang ikut dalam Forum Parlemen Asia Pasifik di antaranya Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf, Yoseph Umar Hadi, Dwi Aroem Hadiatie, Rahayu Saraswati, Sartono Hutomo, dan Desy Ratnasari.

Pertemuan yang akan dibuka pada Senin (16/1) ini bertemakan ‘Kerja Sama Parlemen untuk Perdamaian dan Keamanan’. Forum akan dibuka langsung oleh ketua parlemen dari tuan rumah Fiji, yaitu Jiko Luveni.

Menurut Fadli, APFF merupakan forum internasional yang cukup strategis. Keputusan-keputusan di forum ini akan ditindaklanjuti dan diwujudkan dalam berbagai kebijakan di negara masing-masing melalui parlemennya. 

Itu artinya, dari 27 negara anggota dalam APPF, terwakili miliaran penduduk di Asia Pasifik oleh parlemen dari negara masing-masing.

Anggota BKSAP Yoseph Umar Hadi menjelaskan, draf resolusi pertama yang diusung Indonesia dalam sidang pleno APPF adalah terkait masalah pemerintahan yang baik dan praktik antikorupsi. Kedua terkait kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Ketiga, lanjut dia, mendorong konservasi dan penggunaan dengan memperhatikan keberlanjutan ekosistem bumi, samudera, laut dan sumber daya kelautan. Keempat yakni tentang keamanan makanan di regional Asia Pasifik. Kelima, adalah dialog antaragama dan budaya. Serta yang terakhir yakni masalah perdamaian dan keamanan.

“Jadi isu mengenai bagaimana mempromosikan mengenai perdamaian dan keamanan di suatu wilayah. Asia Pasifik memerlukan kehidupan yang rukun, kehidupan yang damai dan aman, itu juga menjadi penting,” ujar Umar.

Perempuan Indonesia Diapresiasi

Pertemuan Perempuan Parlemen Asia Pasifik mengapresiasi Indonesia yang menempatkan banyak perempuan di posisi penting dalam pengambilan kebijakan. Indonesia dinilai memiliki komitmen yang tinggi terhadap kesetaraan gender di semua tingkatan, baik dalam parlemen maupun eksekutif.

Indonesia melalui delegasinya sejak awal memang sangat gigih dalam mengajak untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dan menyerukan agar menduduki posisi penting sebagai pengambil kebijakan di negaranya masing-masing. Bahkan, delegasi Indonesia, Nurhayati Ali Assegaf didapuk sebagai co-chair dan disepakati yang menjadi chair adalah tuan rumah penyelenggara.

“Ini menunjukkan demokrasi di Indonesia sudah maju. Jadi artinya keterlibatan perempuan di Indonesia mereka juga apreaiasi karena peran perempuan Indonesia di forum ini,” ujar Nurhayati.

Delegasi Indonesia memang merupakan salah satu inisiator dari acara tersebut. Dalam APPF ke-23 2015 di Ekuador, delegasi Parlemen Indonesia mengusulkan pentingnya pertemuan perempuan parlemen. Hal itu akhirnya pertama kali terlaksana di APPF ke-24 di Kanada 2016 meski belum masuk dalam agenda di dalam statuta APPF.

Co-chair Woman Parliamentary Asia Pacific Nurhayati Ali Assegaf dengan lantang menyuarakan pertemuan parlemen perempuan Asia Pasifik bisa masuk dalam agenda resmi APPF.

“Indonesia juga memasukkan draf resolusi tentang keterlibatan perempuan di semua level pengambil kebijakan. Kemudian juga mengusahakan supaya woman meeting ini menjadi bagian dari agenda pertemuan APPF selanjutnya atau masuk agenda resmi rangkaian APPF,” ujar dia.

Dilihat dari segi parlemen, masing-masing, perwakilan perempuan di parlemen, di Asia Pasifik masih berada di bawah 19,2 persen. Sementara perwakilan perempuan di Pasifik lebih rendah, yakni 16,4 persen. Atau dengan kata lain, tertinggal di bawah representasi yang diinginkan, yaitu 30 persen.

Menurutnya, dibutuhkan langkah-langkah luar biasa untuk mengatasi masalah ini. Karena itu, lanjut dia, Indonesia meyakini bahwa peran kepemimpinan dan perwakilan perempuan dibutuhkan di tingkat parlemen. Partisipasi perempuan di parlemen sangat penting dalam rangka memperjuangkan hak-hak dasar kesetaraan, keadilan sosial, hak asasi, perihal pelecehan, dan demokrasi.

Anggota BKSAP Desy Ratnasari menambahkan, Indonesia juga telah memberikan kesempatan yang luas kepada kaum perempuan. Hal ini akan memberika ruang yang luas kepada kaum perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.

Parlemen Indonesia juga telah mengalokasikan peningkatan anggaran kepada pemerintah untuk menjalankan program peningkatan kemampuan dan capacity building serta berbagai pelatihan. Di dalam parlemen Indonesia peran perempuan semakin besar bahkan bisa menduduki pimpinan dalam komisi-komisi maupun alat kelengkapan dewan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement