REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah surat datang dari Palestina untuk Presiden terpilih Ameerika Serikat (AS) Donald Trump. Surat khusus itu ditulis oleh Issa Amro, aktivis HAM Palestina berusia 36 tahun dari kota Hebron, wilayah yang diokupasi Israel di Tepi Barat.
"Meski jarak kita terpaut ribuan kilometer dan kita tak pernah bertemu, nasib saya akan bergantung pada Anda," kata Amro mengawali surat, seperti dikutip Aljazirah, Selasa (17/1).
Ia mengingatkan bahwa dukungan diplomatik, ekonomi dan militer AS kepada Israel membuat Zionis terus menjajah tanah Palestina. Aksi rasial dan rezim apartheid menjadi berkelanjutan.
Amro bercerita, sejak usia muda setiap harinya ia harus berurusan dengan Israel. "Saya tidak menghabiskan waktu muda saya memikirkan karier atau berkeliling dunia, Israel menghambat masyarakat kami dalam dua hal itu," kata Amro.
Israel juga menginginkan ia, keluarga, dan rekan-rekannya pergi dari tanah mereka sendiri. Israel melakukan berbagai cara, seperti memblokir jalan ke permukiman Palestina. Mereka harus berjalan jauh dan menghadapi bahaya hanya untuk pulang lagi ke rumah.
Israel memblokir jalan ke pasar, sekolah hingga tempat-tempat publik. Israel juga sering menolak izin warga Palestina yang ingin bepergian ke jalan tertentu. Mereka tidak bebas pergi kemana pun. Jika pun ingin pergi, Israel tidak akan mengizinkannya.
Tak cukup pembatasan dari otoritas, para rakyat pemukim Israel menambah perih penderitaan di tanah sendiri. Para pemukim Yahudi sering menyerang mereka secara verbal. Mereka menghina bahkan mengancam nyawa.
"Saya dihentikan, digeledah dan dipukuli, kadang di rumah saya sendiri," kata Amro. Lebih lanjut ia bercerita, tahun ini juga ia akan diadili di pengadilan militer karena sejumlah tuduhan semasa ia jadi aktivis HAM.
Baca juga, Israel Kembali Rampas Tanah Palestina di Tepi Barat.
Ia terancam beberapa tahun penjara jika terbukti bersalah. Yang membuatnya takut adalah ia akan kehilangan waktu berharganya dalam membela masyarakat Palestina saat ia hanya mendekam di penjara.
Ia juga takut apa yang dihadapinya akan membuat pejuang-pejuang muda Palestina takut membela negeri mereka sendiri. Ini adalah bentuk intimidasi sistematis Israel yang tidak pernah berakhir.
"Saya berharap cerita saya ini unik, tapi hampir 70 tahun, jutaan warga Palestina hidup di bawah kediktatoran brutal militer Israel itu," kata Amro. Palestina bahkan tidak punya hak untuk protes meski damai.