REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Selama dua tahun berturut-turut jutaan warga Etiopia terancam krisis kelaparan setelah bencana kekeringan kembali melanda negara kawasan Sub-Sahara Afrika, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa (17/1).
Dana bantuan sekitar 900 juta dolar Amerika Serikat diusulkan oleh PBB untuk mengatasi dampak bencana. Kekeringan akibat fenomena cuaca El-Nino tahun lalu menyebabkan setengah jumlah penduduk Etiopia kelaparan, dan dana bantuan senilai 5,6 juta dolar AS telah digelontorkan sejak pertengahan 2016.
Namun rendahnya curah hujan saat ini dapat mengancam kemampuan negara memberi makan penduduknya sendiri. "Tahun lalu, kami berhasil menjalankan operasi penanggulangan kekeringan terbesar dalam sejarah," kata Kepala Komisi Manajemen Risiko dan Bencana Nasional Ethiopia, Mitiku Kassa.
"Saat ini kami membutuhkan mitra baru untuk menghadapi bencana kekeringan yang kembali datang," katanya seraya mengusulkan alokasi dana bantuan senilai 948 juta dolar AS.
Dana juga tengah digalang untuk Kenya dan Somalia, dua negara yang masih mengalami kekeringan. Koordinator bidang Kemanusiaan PBB di Somalia, Peter de Clercq, mengingatkan risiko kekeringan adalah bencana kelaparan.
Ia mengusulkan bantuan dana senilai 864 juta dolar AS untuk 3,9 juta penduduk Somalia yang terdampak,
Rendahnya curah hujan saat ini berdampak pada komunitas penggembala di Somalia bagian selatan, sementara tahun lalu, bencana kelaparan banyak dialami warga wilayah utara dan barat.
"Dampak kekeringan, khususnya terkait ketersediaan pangan tampaknya akan cukup parah terjadi pada awal 2017. Imbas itu ditunjukkan oleh anomali proses migrasi, tingkat kematian tinggi, dan kasus pertumbuhan tubuh yang tidak normal," kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Kawasan Afrika Selatan dan Timur sempat mengalami bencana kekeringan parah akibat El-Nino pada 2016. Fenomena cuaca El-Nino menyebabkan permukaan air laut di Samudera Pasifik kian hangat, gagal panen hingga membuat harga pangan tinggi dan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Bencana itu merupakan kekeringan terparah yang terjadi di Ethiopia dalam 50 tahun terakhir. Akibatnya cukup parah bagi Ethiopia karena delapan dari 10 warganya bergantung pada pertanian serta peternakan.
Banyak penduduk masih berusaha bangkit dari bencana tahun lalu, dan mereka harus mengembalikan utang yang dipinjam, sementara sisanya belum mengganti ternaknya yang tewas. Bencana kekeringan yang kembali datang tentu akan menyulitkan mereka.
"Dampak El-Nino tahun lalu ditambah rendahnya curah hujan tahun ini akan mengancam kehidupan para penggembala," katanya.
FAO tengah mengusulkan bantuan dana untuk pakan ternak serta membantu memotong kelebihan hewan. Juru bicara PBB, Choice Ufuoma Okoro mengatakan sekitar 18 juta warga Etiopia menerima dana bantuan 1,7 miliar dolar AS pada 2016.
Setengah jumlah dana itu disumbang oleh pemerintah Etiopia.