Kamis 09 Feb 2017 02:00 WIB

Sekutu Israel Kecam UU yang Legalkan Permukiman Yahudi

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Agus Yulianto
Pemukiman Israel di Tepi Barat
Foto: ap
Pemukiman Israel di Tepi Barat

REPUBLIKA.CO.ID,  YERUSALEM - Sebuah undang-undang (UU) baru Israel terkait permukiman mendapat kecaman keras dari sekutu-sekutu Israel. UU disetujui pada Senin (6/2) malam, dengan melegalkan puluhan rumah di Tepi Barat yang dibangun di atas tanah pribadi warga Palestina.

"UU ini adalah langkah pertama dalam serangkaian langkah-langkah yang harus kami ambil untuk melegalkan kehadiran kami di Yudea dan Samaria selama bertahun-tahun, selama puluhan tahun. Saya percaya bahwa hak kami atas tanah kami adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri," kata Menteri Kabinet Israel, Yariv Levin.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, menyatakan, penyesalan mendalam atas UU tersebut. Ia menuturkan, UU akan sangat bertentangan dengan hukum internasional dan dapat menggiring konsekuensi hukum terhadap Israel.

"Sekretaris Jenderal menekankan perlunya menghindari tindakan yang akan menggagalkan solusi dua negara," kata Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric.

Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, kepercayaan Jerman terhadap komitmen Israel terkait solusi dua-negara telah ternodai. Sementara, Menteri Inggris untuk Timur Tengah, Tobias Ellwood, mengatakan, UU itu akan merusak kemitraan Israel dengan sekutu-sekutu internasional.

Selain itu, Yordania yang merupakan sekutu Israel di dunia Arab, mengatakan, Israel telah melakukan tindakan provokatif. UU akan menyulut kemarahan umat Islam dan memicu banyak kekerasan.

Menteri Pariwisata Turki, Nabi Avci, berharap, Mahkamah Agung Israel dapat membuat keputusan yang tepat untuk tidak mengesahkan UU. Avci juga mengunjungi Israel sebagai bagian dari proses rekonsiliasi.

Sejumlah kelompok hak asasi lokal juga bersiap untuk meminta Mahkamah Agung agar membatalkan UU tersebut. Kelompok advokasi terkemuka Israel Peace Now, Kelompok HAM Arab Adalah, dan Association for Civil Rights, mengumumkan rencana untuk mengajukan gugatan hukum.

"Akan ada pertempuran hukum terhadap RUU ini," kata Juru Bicara Peace Now, Lior Amihai.

Netanyahu juga mengaku, was-was dan mengatakan hal itu bisa menyeret Israel ke penuntutan hukum internasional, meskipun pada akhirnya dia menyatakan dukungannya terhadap UU. Ia melewatkan, pemungutan suara yang dilakukan untuk menyetujui UU itu, karena sedang melakukan kunjungan ke Inggris.

Para ahli hukum mengatakan, UU tersebut bermasalah dan Jaksa Agung Israel telah menyatakan untuk tidak mempertahankannya di pengadilan. Sementara, Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag sedang melakukan penyelidikan awal terkait kebijakan permukiman Israel.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, berusaha melawan UU baru Israel dengan membawanya ke organisasi internasional. Abbas saat ini tengah berada di Paris untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Prancis, Francois Hollande. "Apa yang kami inginkan adalah damai ... tapi apa yang dilakukan Israel justru menuju ke arah satu negara berdasarkan apartheid," kata Abbas.

Seorang profesor hukum di Universitas Hebrew Israel, Yuval Shany, mengatakan, Mahkamah Agung kemungkinan besar akan membatalkan UU. Menurutnya, Mahkamah Agung akan menganggap UU itu dapat menyebabkan masalah yang cukup besar, termasuk pelanggaran hak milik dan pelanggaran HAM.

UU itu akan melegalkan 3.900 rumah baru yang akan dibangun oleh Israel di Tepi Barat. Pemilik tanah asli yang memenuhi syarat, akan diberikan dana kompensasi sebesar 125 persen dari nilai tanah mereka, yang ditentukan oleh Israel.

Setelah berulang kali mendapat penentangan dari Presiden Barack Obama atas pembangunan pemukiman, Netanyahu dan para pemukim saat ini semakin menunjukkan keberaniannya karena terpilihnya Donald Trump. Presiden baru AS itu telah mengisyaratkan pendekatan yang jauh lebih lembut kepada Israel daripada pendahulunya.

Didorong oleh sikap hangat Trump, Israel telah berani mengumumkan rencana pembangunan lebih dari 6.000 rumah baru. Jewish Home juga telah menyerukan Israel untuk mencaplok 60 persen dari wilayah Tepi Barat.

Menurut Peace Now, yang terus memantau aktivitas pemukiman, pejabat Israel dijadwalkan akan bertemu pada Rabu (8/2) untuk membahas tambahan pembangunan 1.200 rumah. Rencana permukiman Yahudi selanjutnya bergantung pada kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih pada 15 Februari mendatang.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement