REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan pemerintah tidak semestinya mengatur kaum perempuan terkait busana yang hendak mereka kenakan. Pernyataan itu disampaikannya sebagai respons atas putusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa yang melegalkan perusahaan-perusahaan di Benua Biru melarang pegawai mereka mengenakan simbol keagamaan di lingkungan tempat kerja, termasuk jilbab.
“Kami memiliki tradisi kebebasan berekspresi yang kuat di negeri ini. Adalah hak semua perempuan untuk memilih bagaimana mereka berpakaian, dan kami tidak berniat untuk mengatur tentang masalah ini,” ujar May di hadapan para anggota Parlemen Inggris di London, Rabu (15/3), seperti dikutip Reuters.
Pengadilan Tinggi Uni Eropa membuat satu keputusan kontroversial pada Selasa (14/3) lalu. Isi putusan itu menyatakan bahwa setiap perusahaan boleh melarang para pegawai mereka memakai simbol-simbol agama (termasuk jilbab) di lingkungan tempat kerja. Pengadilan berpendapat, kebijakan larangan pengenaan simbol-simbol keagamaan seperti itu bukan tindakan yang diskriminatif.
Ketika ditanya pendapatnya tentang keputusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa tersebut, May mengatakan, lembaga-lembaga swasta bisa saja membuat aturan atau kebijakan di tempat mereka masing-masing.
“Tetapi yang jelas, pemerintah tidak akan mengatur para perempuan apa yang boleh mereka pakai dan mana yang tidak boleh. Itu bukan kewenangan kami,” tuturnya.