REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam Uni Eropa (UE) atas tindakan organisasi supranasional itu yang mengkritik dirinya. Ia juga meminta dapat menemui perwakilan UE ke negaranya agar dapat berbicara.
Sebelumnya, UE menyampaikan kekkhawatiran mengenai tindakan keras Duterte untuk memerangi narkotika di Filipina. Organisasi itu juga merekomendasikan sebuah solusi untuk masalah peredaran obat terlarang di negara itu, salah satunya dengan membangun pusat rehabilitasi.
Hal yang sama juga sudah disampaikan oleh sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat (AS), bahkan hingga PBB. Tindakan keras Duterte terhadap mereka yang terkait dengan peredaran obat terlarang itu disebut dapat melanggar hak asasi manusia (HAM).
Setidaknya ada 8.000 orang yang tewas sejak mantan wali kota Davao itu menjadi presiden pada 30 Juni 2016 lalu. Terdapat laporan dari sejumlah kelompok aktivis HAM bahwa polisi terlibat dalam ribuan kematian di negara itu. Padahal, banyak diantaranya yang mungkin belum terbukti terkait dengan narkotika.
"Anda harus datang ke Filipina untuk berbicara dengan saya dan saya siap untuk menampar Anda. Kami tidak dapat bertindak seperti negara-negara Eropa yang menggunakan obat terlarang seperti Belanda," ujar Duterte.
Ia menolak tuduhan bahwa polisi di negaranya telah terlibat dalam ribuan kematian misterius. Duterte mengatakan UE tidak seharusnya percaya dengan laporan yang dibuat oleh kelompok aktivis ham tersebut yang menyebut dirinya melakukan pembunuhan sewenang-wenang.