REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina mengeluarkan aturan baru bagi warga minoritas Uighur yang berada di Provinsi Xinjiang. Dalam peraturan tersebut, serangkaian nama-nama dengan unsur Islam, seperti Muhammad, Arafat, Mujahid, Medina, dan banyak lainnya tidak boleh digunakan.
Dokumen mengenai isi larangan tersebut didapatkan oleh The New York Times. Di dalamnya, terdapat sekitar dua lusin nama-nama yang dekat dengan unsur Islam atau cenderung dimiliki oleh setiap Muslim yang tidak diperkenankan untuk digunakan.
Pejabat Cina mengkonfirmasi bahwa aturan tersebut benar dan akan diberlakukan dalam waktu dekat. Dalam larangan penggunaan nama dengan unsur Islam, mereka yang melanggar dapat dikenakan sanksi yaitu tidak mendapat fasilitas kesehatan secara penuh, serta pendidikan, dan banyak hak-hak umum bagi warga lainnya.
"Kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Cina kali ini semakin mengekang dan menimbulkan permusuhan. Muslim Uighur dengan terpaksa harus berhati-hati untuk memberi nama bagi anak-anak mereka," ujar juru bicara Kongres Uighur untuk Dunia, Dilxat Raxit, dilansir The Times, Kamis (27/4).
Larangan itu juga dikeluarkan setelah adanya aturan yang tidak memperkenankan warga laki-laki di Xinjiang memiliki jenggot panjang pada awal April lalu. Bagi perempuan, mereka tidak diperbolehkan menggunakan cadar, khususnya di tempat-tempat umum.
Aturan ini juga menyatakan bahwa petugas yang bekerja di tempat umum seperti stasiun kereta api dan bandara harus mengawasi orang-orang yang melanggar aturan. Mereka yang mengenakan cadar dan memiliki jenggot panjang tidak diperkenankan menggunakan transportasi umum dan harus dilaporkan kepada kepolisian.
Selama ini. Xinjiang menjadi salah satu wilayah yang dihuni oleh minoritas Uighur. Etnis tersebut pada umumnya merupakan Muslim. Selama bertahun-tahun hidup dan menetap di provinsi selatan Negeri Tirai Bambu itu, mereka disebut kerap menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dari Pemerintah Cina.
Peraturan terbaru itu dikatakan oleh Pemerintah Cina sebagai upaya mencegah kelompok radikal terkait Islam. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kekerasan terjadi di Xinjiang dan diduga berhubungan dengan organisasi semacam itu.
Termasuk dalam aturan terbaru bagi warga di Xinjiang yang dikeluarkan pada tahun ini di antaranya adalah melarang mereka yang tidak membiarkan anak-anak mengikuti sekolah diselenggarakan pemerintah. Kemudian larangan tidak mematuhi kebijakan keluarga berencana, serta merusak dokumen hukum, dan menikah hanya dengan secara proses agama.
Pada 2016 lalu, peraturan yang dianggap mendiskriminasi Muslim Ugihur juga disebut kembali dikeluarkan oleh Pemerintah Cina. Pihak berwenang di Xinjiang melarang sejumlah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan saat bulan suci Ramadhan tiba, khususnya adalah dalam melaksanakan puasa.