REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Federal Australia setuju membayarkan penyelesaian yang bersifat rahasia kepada pencari suaka asal Iran yang berusia sembilan tahun atas penahanannya di Pulau Christmas.
Pengacara anak perempuan tersebut, yang berusia lima tahun ketika ditahan menuduh kliennya telah menerima perlakuan yang tidak layak di pusat penahanan Pulau Christmas dimana dia ditahan disana selama 13 bulan pada 2013 hingga 2014. Pengacara juga beralasan kliennya mengembangkan gangguan pascatrauma (PTSD), infeksi gigi berulang, kegelisahan, kecemasan akibat dipisahkan dengan keluarganya dan depresi berat.
Penyelesaian antara kuasa hukumnya dan Pemerintah Federal Australia ini disetujui oleh Mahkamah Agung Victoria menjelang persidangan selama delapan pekan yang dijadwalkan dimulai, Rabu (26/4). Ketentuan-ketentuan dalam penyelesaian itu tetap dirahasiakan.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Departemen Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan mengatakan bahwa Negara Persemakmuran tidak mengakui pertanggungjawaban semacam ini. “Mengingat masalah ini masih mendahului putusan pengadilan terkait dengan beberapa isu yang diluar kebiasaan, maka tidak pantas departemen berkomentar lebih jauh," katanya.
Gadis pencari suaka yang tidak diungkapkan identitasnya itu, tiba di Pulau Christmas dengan kapal bersama keluarganya dan sekarang tinggal di Australia dengan visa kerja sementara.
Wali litigasinya, Suster Brigid Arthur, mengatakan keluarga gadis itu merasa lega karena kasus anaknya berhasil diselesaikan.
"Meskipun ini merupakan upaya untuk mendapatkan keadilan, tapi ini juga merupakan trauma tambahan bagi mereka dan masalah lain yang responnya masih mereka nantikan," katanya.
"Keluarga dalam situasi seperti ini hanya menunggu, menunggu, dan menunggu."
Kasus ini awalnya diluncurkan sebagai tindakan class action atas nama pencari suaka lainnya yang mengatakan mereka juga menderita luka saat ditahan di pulau tersebut. Sekitar 35 ribu orang ditahan di pusat penahanan lepas pantai di Pulau Christmas selama periode yang dicakup dalam gugatan class action ini, yakni antara Agustus 2011 dan Agustus 2014.
Gugatan individual
Namun pengadilan sebelumnya memutuskan kasus tersebut harus dilanjutkan sebagai klaim individual hanya karena klaim yang dibuat oleh anggota class action itu terlalu berbeda. Pengacara Thomas Ballantyne dari Maurice Blackburn mengatakan meskipun pengadilan menolak untuk menyidangkan kasus tersebut sebagai gugatan class action, para pencari suaka harus didorong untuk mengajukan tuntutan ganti rugi secara individu.
"Kasus ini benar-benar akan membuat kasus selanjutnya jauh lebih mudah. Sangat penting juga bahwa proses pengadilan ini terus menyoroti apa yang terjadi di Pulau Christmas. Jadi, dalam hal ini kami juga berharap akan ada lebih banyak orang yang mengajukan tuntutan," katanya.
Diterjemahkan pukul 17:30 WIB, 26/4/2017 oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.