Rabu 03 May 2017 14:56 WIB

Mahasiswa di Australia Kini Lebih Stres

Sejumlah isu menjadi beban bagi mahasiswa di Australia sehingga tingkat stressnya menjadi lebih tinggi.
Foto: ABC
Sejumlah isu menjadi beban bagi mahasiswa di Australia sehingga tingkat stressnya menjadi lebih tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Berselang beberapa hari setelah Pemerintah Australia mengumumkan akan memotong pendanaan universitas, sebuah laporan mengungkapkan para mahasiswa di negara ini mengalami problem kesehatan mental yang lebih tinggi dibandingkan yang bukan seusai mereka yang bukan mahasiswa.

Laporan lembaga bernama National Centre of Excellence in Youth Mental Health, Orygen, menyebutkan alasan utama mengapa mahasiswa mengalami hal tersebut. Di antaranya, kurangnya tidur, buruknya asupan makanan, jauh dari keluarga, rasa kesepian di kalangan mahasiswa internasional, tekanan akademik, ketidakpastian lapangan kerja, serta tekanan finansial.

Mengingat kurangnya data, laporan tersebut tidak secara langsung menyimpulkan mahasiswa kini merasa lebih stres. Namun laporan itu menunjuk bahwa konselor mahasiswa telah memperingatkan mengenai meningkatnya permintaan layanan mereka sementara sumberdayanya tidak cukup.

Sebagian hal ini mungkin disebabkan oleh destigmatisasi kesehatan mental, artinya lebih banyak mahasiswa mendatangi konselor. Namun menurut analis senior Orygen, Vivienne Browne, ada penyebab yang lebih besar dari hal itu. "Kita tahu sejumlah mahasiswa khawatir mereka menumpuk hutang dalam jumlah besar untuk mendapatkan kualifikasi akademik," katanya.

"Mereka juga mengerti batasan untuk masuk ke dunia kerja kini menjadi lebih tinggi, dan tidak ada harapan mereka akan langsung bekerja," jelasnya.

Singkatnya, SPP yang lebih mahal dan kecemasan mengenai pekerjaan membuat mahasiswa stres. Pendapat ini diperkuat oleh Jeremy Cass, psikolog dan manajer layanan konseling di Universitas RMIT di Melbourne. Dia memperkirakan ada peningkatan 10 persen permintaan layanan konseling di universitas tersebut pada tahun lalu.

"Yang utama adalah depresi dan kecemasan," katanya.

"Banyak mahasiswa mengalami stres karena kehidupan pada umumnya," jelasnya.

Kenaikan permintaan layanan konseling di RMIT terjadi pula di universitas lain. Pada 2013, induk asosiasi layanan mahasiswa di Australia dan Selandia Baru, ANZSSA, menemukan bahwa layanan konseling melayani lebih banyak mahasiswa yang memiliki masalah kesehatan mental.

Laporan Orygen itu disampaikan hanya dua hari setelah Pemerintah Federal mengumumkan rencana reformasi pendidikan tinggi. Biaya SPP akan naik 7,5 persen pada 2021, dan batas penghasilan untuk pelunasan pinjaman mahasiswa HELP akan turun dari 55 ribu dolar AS menjadi 42 ribu dolar AS.

Mahasiswa akan memiliki lebih banyak hutang dan harus membayarnya dalam tempo lebih cepat. Inilah potensi penyebab masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa di Australia.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/mahasiswa-di-australia-kini-lebih-stress/8492428
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement