Sabtu 06 May 2017 23:51 WIB

Ekspor Sapi Australia ke Indonesia Melambat

Kapal pengangkut ternak Ocean Drover milik perusahaan Wellard berlabuh di pelabuhan Darwin Harbour.
Foto: ABC
Kapal pengangkut ternak Ocean Drover milik perusahaan Wellard berlabuh di pelabuhan Darwin Harbour.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Tingginya harga ternak telah menyulitkan kondisi perdagangan bagi eksportir sapi Australia, menyusul langkah Indonesia mencari alternatif protein yang lebih murah.Meskipun Indonesia sampai saat ini tetap menjadi pengimpor terbesar sapi Australia, namun terjadi penurunan dalam 12 bulan terakhir.

Tercatat antara Januari dan Maret tahun ini lebih dari 60.000 ekor sapi telah meninggalkan Australia menuju Indonesia. CEO Northern Territory Live Exporters Association Stuart Kemp menyebut hal ini disebabkan oleh harga ternak yang tinggi di Australia.

"Ada banyak tekanan (dari Indonesia) untuk menurunkan harga tersebut," katanya kepada ABC Rural.

"Tukang daging dan penjual eceran belum bisa bersaing dengan produk lain seperti daging kerbau asal India," jelasnya.

Kemp mengatakan bahwa dari tempat penggemukan dan sapi Australia yang dipotong di Indonesia, dilaporkan mengalami penurunan sebanyak 60 persen di sejumlah daerah. Hal ini mengakibatkan minimnya permintaan untuk sapi Australia.

"Saat-saat seperti ini menjelang Ramadan dan Idul Fitri biasanya permintaan cukup konsisten dalam jumlah besar untuk masa-masa sibuk, namun hal itu belum terjadi," katanya.

Jumlah Ternak Sapi Australia yang Dikirim ke Indonesia:

2013: 454.152 ekor

2014: 730.257 ekor

2015: 618.319 ekor

2016: 597.199 ekor

(Kalangan industri terkait menyebut angka rata-rata 500 ribu ekor pertahun)

"Sebagai tahun anggaran, September - Oktober tahun lalu sangat sepi dengan adanya penundaan semu dalam perdagangan di saat Pemerintah Indonesia merampungkan arah kebijakan," jelansya.

"Kemudian kita memasuki periode permintaan mereka dengan kegaduhan seputar kebijakan baru [terkait keharusan adanya induk sapi dalam sapi impor - red.], persaingan dari produk lain, harga sapi yang tinggi dan pasokan ketat dengan akses ternak yang terbatas di (Australia) utara," kata Kemp.

"Banyak kegaduhan yang menimbulkan kesulitan. Sehingga permintaan jadi melambat," tambahnya.

Menekan hubungan kedua pihak

Tujuan yang ingin dicapai para importir dan eksportir telah menekan hubungan kedua pihak. Di satu sisi, Indonesia terus berupaya menemukan sumber protein yang lebih murah, sementara pasokan ketat sapi Australia menyebabkan kenaikan harga.

"Banyak upaya sedang dilakukan agar kedua pihak tetap menjaga hubungan baik dan akan terus berlanjut," kata Kemp.

"[Indonesia] telah memperbaiki siklus perizinan... menjadi tiap 12 bulan [bukan lagi setiap tiga atau empat bulan] untuk coba memperbaiki daya beli dan kapasitas dalam memenuhi permintaan dengan harga yang tepat, sekaligus membuka batasan spesifikasi [dari batasan berat 350 kg menjadi 450 kg]," paparnya.

"Tapi akhirnya uang adalah raja dan hargalah yang menentukan apakah perdagangan tersebut bisa berjalan atau tidak," tambah Kemp.

"Anda melakukan semampunya untuk coba memelihara hubungan. Namun tidak banyak yang bisa Anda lakukan dalam mempengaruhi permintaan. Kami telah memperkirakan penurunan 20 sampai 25 persen, di sekitar angka itu," katanya.

"Kita berharap semoga kita salah. Mari berharap kondisi perdagangan menguntungkan dan permintaan terus datang. Namun waktu yang akan menentukan," katanya.

"Harga merupakan faktor penentu utama dari permintaan di pasar Asia Tenggara tersebut," ujar Kemp lagi.

Kemp menambahkan bahwa periode terakhir ini adalah saat terberat bagi eksportir sejak penghentian ekspor ternak Australia ke Indonesia di tahun 2011. "Ini seperti kekeringan, merayap dan perlahan-lahan memudar," katanya. "Kondisi perdagangan yang sulit ini terus berlanjut dan sama seperti kekeringan Anda tidak tahu kapan akan membaik atau kapan akan berubah."

Meskipun pasokan ternak ketat dan harga tinggi, namun eksportir masih melakukan pengapalan ternak. Ada lima buah kapal di pelabuhan Darwin pekan ini, termasuk kapal Ocean Drover yang memuat 5.400 ekor dari Broome. Namun, musim hujan di Australia Utara menyulitkan akses terhadap ternak, memaksa para eksportir untuk mencari ternak dari Queensland.

"Jumlah kapal yang akan berangkat jauh lebih konsisten," kata Kemp.

"Dari Maret sampai April angkanya mulai membaik dan berhasil mencapai tingkat yang memadai, kurang bagus, tapi trennya ke arah yang tepat," katanya.

"Angkanya masih jauh dibandingkan biasanya pada periode ini. Namun untungnya adalah kita baru saja mengalami musim hujan fantastis di NT (Northern Territory - red.) dan banyak produsen positif. Hal itu merupakan nilai tambah dan dasar untuk mengembangkannya," jelasnya.

"Sifat perdagangannya adalah terus menemukan cara agar kapal tetap datang, menemukan cara menegosiasikan kesepakatan serta menjaga agar sapi-sapi tetap bergerak," tuturnya.

Diterbitkan Jumat 5 Mei 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di ABC News.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/ekspor-sapi-australia-ke-indonesia-melambat/8499720
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement