Jumat 12 May 2017 04:27 WIB

Cerita Pengendara Taksi Perth Terdesak Uber

Pengemudi taksi di Perth Deb Papamichael mengatakan terancam rumahnya diambil oleh bank karena tidak bisa membayar utang yang digunakan membeli lisensi taksi.
Foto: ABC
Pengemudi taksi di Perth Deb Papamichael mengatakan terancam rumahnya diambil oleh bank karena tidak bisa membayar utang yang digunakan membeli lisensi taksi.

REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Sama seperti banyak pengendara taksi reguler di bagian dunia lain, banyak sopir taksi di Perth (Australia Barat) dihadapkan pada masa depan yang suram, karena munculnya layanan taksi online Uber.

Yang mereka harapkan adalah kompensasi dari pemerintah negara bagian, atas biaya yang sudah mereka keluarkan untuk membeli lisensi menjadi sopir taksi. Salah seorang diantaranya Deb Papamichael (57 tahun) mengatakan bahwa dia hanya beberapa minggu saja dari kemungkinan kehilangan rumahnya.

Hadirnya layanan Uber telah membuatnya kadang hanya mendapatkan $ 100 sehari, dan karenanya kesulitan membayar cicilan utang sebesar 320 ribu  dolar AS (sekitar Rp 3,2 miliar) yang diambilnya ketika dia membeli lisensi di tahun 2011.

"Tadi malam saya meninggalkan rumah saya pukul 15.30 sore dan kembali lagi ke rumah tengah malam. Saya hanya mendapat empat penumpang dan hasilnya cuma 97 dolar AS," kata Papamichael yang sudah menjadi nenek dan tinggal bersama anak perempuan, menantu dan cucunya tersebut.

"Saya tidak bisa hidup dengan pendapatan seperti ini."

Bank sudah memperingatkan untuk menagih utang, yang akan membuat kami semua tidak punya tempat tinggal. Mereka akan menyita rumah kami," katanya lagi.

Deb Papamichael adalah satu dari ratusan pengemudi taksi di Australia Barat yang sedang menunggu kajian yang dilakukan pemerintah negara bagian Australia Barat mengenai industri pertaksian. Industri taksi ingin agar pemerintah membeli kembali lisensi taksi yang dijual sebelumnya, dan memberikan kompensasi sampai senilai 295 ribu dolar AS.

Seorang anggota parlemen dari Partai Buruh sedang melakukan kajian tersebut, namun belum ada kejelasan kapan kajian itu akan diselesaikan dan dilaksanakan.

Papamichael mengkhawatirkan bahwa keputusan itu akan datang terlalu lambat baginya."Kecuali pemerintah menyetujui paket kompensasi untuk pengendara taksi seperti kami, maka keadaan kami akan runyam." katanya.

"Saya memerlukan kompensasi itu sekarang. Saya tidak memerlukannya ketika mereka memutuskan dua tahun lalu, karena saat itu mungkin saya sudah tidur terlantar di bangku taman."

Rencana pensiun juga berantakan

Seorang pengendara taksi lainnya, Pat Hart sudah membawa taksi selama 40 tahun, dan juga mengalami ancaman kesulitan keuangan.

Dia mengatakan semula berencana pensiun tahun ini di usia 69 tahun, dan akan menjual taksinya untuk membiayai pensiun.

Namun sekarang nilai lisensi taksinya sudah tidak ada lagi dengan kehadiran layanan taksi online seperti Uber.

"Sebelum adanya Uber, lisensi taksi saya ini bernilai 300 ribu-an dolar AS. Sekarang ini nilai resmi dari Departemen Perhubungan adalah 85 ribu dolar AS," katanya.

Sama seperti Deb Papamichael, Pat Hart mengatakan pendapatannya sekarang jauh menurun setelah adanya Uber.

"Sangat menurun. Kadang hanya cukup untuk menutupi biaya beli bensin saja. Saya tidak bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari bisnis ini, hanya cukup untuk menutupi biaya yang sudah dikeluarkan," katanya. Dia juga berharap bahwa pembelian kembali lisensi oleh pemerintah akan memberinya kompensasi yang memadai atas biaya yang sudah dikeluarkannya membeli lisensi.

'Saya merasa dikhianati'

Kedua sopir taksi ini, Deb Papamichael dan Pat Hart mengatakan pemerintah negara bagian Australia Barat di bawah menteri utama Colin Barnett yang bersalah karena tidak menerapkan UU yang sudah ada yang mengatur industri pertaksian, sehingga munculnya Uber.

"Mereka yang membuat peraturan. Saya membeli lisensi ketika peraturannya masih berlaku. Sekarang mereka mengatakan 'ya sudah, sekarang kita tidak perlu lagi peraturan." kata Papamichael.

Pat Hart setuju bahwa industri pertaksian sudah hancur. "Ini bukan sekedar adanya gangguan. Ini adalah penghancuran, penghancuran industri taksi," kata Pat Hart.

"Dari sisi pribadi saya merasa dikhianati. Mereka meminta kita mencurahkan perhatian sepenuhnya ke dalam industri ini dan sekarang kami ditelantarkan."

Menteri Perhubungan Australia Barat yang baru Rita Saffioti mengatakan pemerintah yang sekarang ini yang baru berusia beberapa bulan sedang berusaha membeli kembali lisensi yang dulu dijual, namun masalahnya keseluruhan 'cukup kompleks".

"Saya berharap akan membuat pengumuman lagi dalam beberapa bulan mendatang." katanya.

Diterjemahkan pukul 12:40 AEST 11/5/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/cerita-pengendara-taksi-perth-terdesak-uber/8517222
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement