REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Dokumen baru yang ditemukan di Universitas Mosul mengungkapkan fakta mengerikan baru tentang senjata kimia ISIS. Kelompok teroris itu terbukti sering melakukan uji coba senjata berbahan kimia kepada tahanan hidup, mirip dengan eksperimen gaya Nazi.
Dokumen tersebut ditemukan oleh pasukan khusus Irak setelah Universitas Mosul dapat direbut kembali dari ISIS. Dokumen menunjukkan rincian penggunaan manusia sebagai 'kelinci percobaan' dalam mengembangkan senjata kimia.
"Eksperimen mengerikan dilakukan kepada tahanan ISIS saat kelompok teror tersebut mencoba mengembangkan senjata kimia," tulis dokumen tersebut, seperti dilansir dari Daily Mail.
Para teroris menggunakan bahan kimia pestisida yang mudah didapat untuk membuat senjata kimia. Pembuatan senjata kimia dilakukan setelah ISIS merekrut pakar senjata dari seluruh dunia dan mengalihkan operasi penelitiannya ke Suriah.
Badan intelijen Inggris dan AS, yang telah memverifikasi dokumen tersebut, khawatir senjata kimia itu dapat digunakan untuk menargetkan negara-negara Barat. Dalam percobaan pertama, satu orang tahanan diberi makan thallium sulfat, yang menyebabkan pembengkakan parah pada perut dan otaknya. Thallium sulfat adalah zat yang sangat beracun yang telah digunakan sebagai racun tikus.
Dalam percobaan kedua, agen nikotin disuntikkan ke tubuh seorang pria yang ditawan oleh ISIS. Pria itu kemudian tewas dalam waktu dua jam. "Ini mengingatkan pada Nazi yang menguji agen gas saraf pada manusia dengan mengerikan," ujar ahli senjata kimia Hamish de Bretton-Gordon, kepada NYT.
Universitas Mosul berhasil direbut kembali pada Januari lalu. Universitas itu telah digunakan oleh para militan untuk pengujian senjata kimia selama tiga tahun.
Sejak Mosul direbut kembali, ISIS telah memindahkan operasi penelitiannya ke Suriah. Pekan ini muncul kabar bahwa mereka tengah mengembangkan persenjataan kimia di Lembah Sungai Efrat.
Seorang sumber dari Departemen Pertahanan AS mengatakan ribuan teroris ISIS berkumpul di daerah tersebut. Wilayah itu juga diduga menjadi tempat persembunyian Abu Bakr al-Baghdadi.