REPUBLIKA.CO.ID, MARAWI -- Militer Filipina berhasil menguasai kembali sebagian besar wilayah Kota Marawi, setelah terlibat dalam pertempuran brutal selama sepekan. Pertempuran menewaskan lebih dari 100 orang. Pemerintah berharap militan dari kelompok teroris Maute yang berjanji setia kepada ISIS, dapat segera terusir dari kota itu.
"Komandan kami telah menyatakan bahwa akhir pertempuran sudah hampir tiba," kata juru bicara militer Filipina, Brigadir Jenderal Restituto Padilla, Senin (29/5).
"Tidak benar separuh kota dikendalikan oleh pemberontak. Pasukan kami memiliki kendali penuh atas kota ini, kecuali daerah-daerah tertentu, tempat para pemberontak terus bertahan," tambah Padilla seperti dikutip Strait Times.
Pasukan keamanan Filipina juga memperketat penjagaan di wilayah perbatasan Marawi. Mereka khawatir adanya kemungkinan para militan bersembunyi di antara penduduk lokal yang melarikan diri dari Marawi.
Pertempuran di Marawi telah memaksa sekitar 85 ribu orang untuk mengungsi ke pusat-pusat pengungsian. Militer Filipina terus menembakkan roket ke wilayah yang dikuasai oleh kelompok Maute.
Banyak penduduk setempat yang terjebak di rumah mereka dan takut keluar rumah karena militan Maute berkeliaran di jalanan akan membunuh atau nenyandera mereka. Saat ini tercatat ada 19 warga sipil yang tewas dalam pertempuran tersebut.
Pada Ahad (28/5), delapan jenazah yang seluruhnya terkena tembakan di bagian kepala, ditemukan di sebuah selokan dangkal. Mereka diyakini telah dieksekusi oleh militan karena tertangkap akan melarikan diri.
Sebanyak 61 militan dinyatakan tewas di tangan tentara Filipina. Sementara pasukan Filipina dilaporkan telah kehilangan 15 tentara dan tiga anggota polisi.
Kelompok Maute, yang berbasis di Lanao del Sur, Provinsi Mindanao, dibentuk oleh dua saudara laki-laki bernama Omarkhayam dan Abdullah. Mereka beralih ke gerakan setelah belajar di sekolah Islam saat bekerja di Timur Tengah. Keduanya adalah etnis Muslim mayoritas yang berada di Mindanao tengah.
Militan Maute melakukan serangan setelah pasukan keamanan Filipina mencoba menangkap Isnilon Hapilon, yang ditunjuk oleh ISIS sebagai "emir" cabang Asia Tenggara. Pasukan Filipina dianggap telah meremehkan kekuatan militan Maute, sehingga penangkapan Hapilon berujung kekacauan.
Baca juga, Evakuasi 16 WNI di Marawi City, Filipina, Belum Bisa Dilakukan.