REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Britania Raya Theresa May menyatakan akan segera meninjau ulang strategi pemerintahnya untuk menangani terorisme. Pernyataan tersebut menanggapi aksi teror yang kembali terjadi di Inggris, tepatnya di pusat kota London, Sabtu (3/6) malam.
"Kita tidak bisa dan tidak boleh berpura-pura bahwa segala sesuatunya dapat berlanjut seperti biasa. Saya meyakini bahwa kita menghadapi ancaman dalam wujud baru di mana terorisme menciptakan terorisme," kata May dalam sebuah pernyataan di televisi.
Ia mengatakan bahwa pelaku seakan diilhami untuk menyerang berdasarkan plot yang dibangun dengan hati-hati setelah bertahun-tahun perencanaan dan pelatihan. Tidak hanya penyerang tunggal yang diterpa radikalisasi secara daring, tetapi juga dengan modus serupa dengan menggunakan alat serangan yang kejam.
May menyebutkan empat area yang menurutnya perlu mengalami perubahan kebijakan. Pertama adalah perang melawan "ideologi jahat" yang mengilhami serangan berulang-ulang, yang dia sebut sebagai penyimpangan kebenaran, dengan solusi intervensi militer dan penanaman nilai-nilai kemajemukan di Inggris.
Kedua, kata May, peraturan baru diperlukan untuk mengurangi ruang yang tersedia bagi para ekstremis secara daring, yang artinya mencapai kesepakatan internasional untuk pengaturan ketat dunia maya. Sementara area ketiga yaitu memperkuat upaya identifikasi dan membasmi ekstremisme dalam masyarakat Inggris.
Area keempat adalah strategi kontra-terorisme Inggris yang disebutnya sudah kuat namun perlu ditinjau ulang sehubungan dengan ancaman yang terus berubah. Jika dibutuhkan, pemerintah juga akan memberlakukan penambahan hukuman penjara terkait tindak pidana terorisme.
Kepolisian London melaporkan tujuh korban tewas dalam serangan tersebut, salah satunya dikonfirmasi sebagai warga negara Kanada. Layanan ambulans London menginformasikan terdapat 48 orang yang dibawa ke rumah sakit, dengan 21 di antaranya berada dalam kondisi kritis, dilansir dari The Globe and Mail.