REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- AS mengumumkan pemberian sanksi kepada dua ahli senjata kimia ISIS, pada Senin (12/6). Ini merupakan upaya pertama yang ditujukan AS secara khusus pada ahli senjata kimia dari kelompok teroris tersebut.
Sanksi AS menargetkan Attallah Salman 'Abd Kafi al-Jaburi dan Marwan Ibrahim Hussayn Tah al-Azawi. Mereka merupakan dua pemimpin ISIS yang terlibat dalam pengembangan senjata kimia.
"Tindakan hari ini menandai sanksi pertama yang menargetkan individu yang terlibat dalam pengembangan senjata kimia ISIS," ujar Direktur Departemen Pengawasan Aset Luar Negeri di Kementerian Keuangan AS, John E. Smith, dalam sebuah pernyataan seperti dikutip CNN.
Al-Jaburi adalah seorang pemimpin senior ISIS yang mengawasi beberapa pabrik bahan peledak dan juga terlibat dalam pengembangan senjata kimia di Irak. Ia adalah seorang anggota Alqaidah sejak 2003 dan telah menerima pelatihan senjata kimia di Suriah sebelum kembali ke Irak pada 2015.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengatakan al-Azawi juga terlibat dalam pengembangan senjata kimia ISIS untuk digunakan dalam pertempuran yang sedang berlangsung melawan pasukan keamanan Irak. Sanksi baru tersebut akan melarang akses keduanya terhadap properti atau kepentingan tertentu di bawah yurisdiksi AS.
Para pejabat AS mengatakan, mereka meyakini bahwa ISIS telah mentransfer keahlian dan stok senjata kimia dari Irak ke Suriah sebagai bagian dari pendirian gudang senjata kimia baru.
Gudang yang memiliki spesialis senjata kimia dari Irak dan Suriah ini sedang didirikan di daerah yang dikuasai ISIS di Lembah Sungai Efrat, Suriah, tepat di seberang perbatasan Irak.
Telah terjadi peningkatan signifikan penggunaan senjata kimia kelas rendah oleh ISIS saat organisasi teroris itu terlibat pertempuran di Mosul. ISIS dilaporkan telah berulang kali menggunakan senjata kimia kelas rendah jenis belerang mustard.