REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Satu studi yang diterbitkan pada Kamis (22/6), mengungkapkan Relawan Palang Merah mungkin bisa mencegah lebih dari 10.000 kasus Ebola selama wabah penyakit itu di Afrika Barat 2013-2016.
Tim Palang Merah di Liberia, Sierra Leone dan Guinea mengerjakan tugas yang rumit untuk mengubur korban Ebola, tugas penting yang berbahaya mengingat betapa menularnya mayat korban Ebola. Pekerjaan mereka bertambah rumit oleh dalamnya nilai tradisional pemakaman dalam memandikan dan menyentuh mayat, yang merupakan tahap awal angka peningkatan penularan penyakit tersebut.
Studi itu, yang disiarkan di jurnal PLOS Neglected Tropical Diseases, menggunakan model statistik untuk mengukur dampak dari tim pemakaman yang bermartabat dan aman Palang Merah (SDB) selama wabah Ebola.
Studi tersebut mendapati bahwa praktek pemakaman yang aman dan bermartabat berpotensi menghindari sebanyak 10.450 kasus Ebola, menurunkan skala wabah itu sampai lebih dari 36,5 persen.
Tim Palang Merah, yang terdiri atas sebanyak 1.500 relawan lokal yang terlatih, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat, melaksanakan lebih dari 47.000 pemakaman yang aman, yang berarti lebih dari 50 persen dari seluruh pemakaman yang dilakukan selama wabah tersebut.
"Studi ini mengungkapkan peran penting masyarakat dan organisasi yang berpusat pada masyarakat dalam menanggapi Ebola," kata Dr. Julie Hall, Kepala Staf dan Penasehat Khusus mengenai Kesehatan di Perhimpunan Bulan Sabit Merah dan Federasi Palang Merah Internasional (IFRC).
"Semua mitra internasional perlu secara lebih baik memanfaatkan dan menanam modal pada kemampuan lokal, membangun ketrampilan dan pengetahun di dalam negeri, yang akan membantu masyarakat dalam menanggapi, melindungi diri mereka dan mengakhiri krisis kesehatan pada masa depan," kata Sekretaris Jenderal iFRC Elhadj As-Sy.