REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pembahasan dengan para pemimpin Qatar dan Bahrain melalui telepon. Pembasan itu di antaranya menekankan perlunya diplomasi untuk mengkahiri perselisihan antara Qatar dan beberapa negara lain Arab.
Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain memutuskan hubungan dengan Qatar bulan lalu, menuduhnya mendukung terorisme dan membuka keretakan dalam beberapa tahun di antara beberapa negara paling kuat di dunia Arab. Moskow berusaha mengambil sikap hati-hati dalam pertikaian itu sejak ingin memiliki hubungan baik baik dengan Qatar maupun Arab Saudi.
Rusia mendukung Presiden Bashar al-Assad dalam konflik Suriah yang telah berlangsung enam tahun dan dekat dengan Iran, yang hubungannya dengan Saudi putus. Rusia menjual saham di perusahaan minyak negara Rosneft ke Qatar tahun lalu dan telah mengoordinasikan pemotongan keluaran minyak dengan pihak Saudi sebagai bagian dari perjanajian global untuk mengangkat harga minyak.
Kremlin, yang mengumumkan pembicaraan telepon dengan para pemimpin Qatar dan Bahrain itu, dalam dua pernyataan terpisah di lamannya pada Sabtu, tidak mengatakan kapan pembicaraan-pembicaraan tersebut berlangsung. Kremlin mengklarifikasi bahwa pembicaraan-pembicaraan terjadi atas inisiatif Qatar dan Bahrain.
"Vladimir Putin menekankan pentingnya usaha-usaha diplomasi-politik yang bertujuan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pandangan dan normalisasi situasi sulit itu yang muncul," demikian pernyataan tersebut mengenai pembicaran-pembicaraan antara Putin dan Emir Qatar Syeh Tamim bin Hamad al-Thani, Sabtu (1/7).
Para pemimpin Rusia dan Qatar juga membahas kerja sama antara negara-negara mereka dalam bidang energi dan investasi.
Putin mengatakan, kepada Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa bahwa hendaknya ada dialog langsung antara semua pihak yang bertikai dengan Qatar. Kremlin mengatakan, bulan lalu bahwa adalah kepentingan Rusia bahwa situasi di Teluk stabil dan damai.