Rabu 08 May 2024 20:24 WIB

Di Usia 71 Tahun, Putin Dilantik Sebagai Presiden Kelima Kalinya

Inggris, Kanada, dan sebagian besar negara Uni Eropa memboikot pelantikan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Ketua Mahkamah Konstitusi Rusia Valery Zorkin menghadiri upacara pelantikan di Istana Grand Kremlin di Moskow, Rusia, Selasa, (7/5/2024).
Foto: AP
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Ketua Mahkamah Konstitusi Rusia Valery Zorkin menghadiri upacara pelantikan di Istana Grand Kremlin di Moskow, Rusia, Selasa, (7/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin dilantik untuk kembali berkuasa untuk enam tahun lagi. Pelantikan di Kremlin itu diboikot Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat karena perang Rusia di Ukraina.

Putin yang berkuasa sebagai presiden dan perdana menteri sejak 1999 mengirimkan puluhan ribu pasukan ke Ukraina dua tahun lalu. Di mana saat ini pasukan Rusia mendapatkan kemajuan usai mengalami sejumlah kemunduran.

Baca Juga

Putin yang berusia 71 tahun mendominasi lanskap politik dalam negeri. Di panggung internasional ia terkunci konfrontasi dengan negara-negara Barat yang ia tuduh menggunakan Ukraina sebagai kendaraan  untuk mengalahkan dan menumpas Rusia.

"Bagi Rusia ini merupakan keberlanjutan jalan kami, ini stabilitas, anda bisa bertanya pada warga di jalan," kata salah satu sekutu Putin, Sergei Chemezov sebelum pelantikan, Selasa (7/5/2024).

"Presiden Putin terpilih kembali dan melanjutkan jalan ini, walaupun mungkin Barat tidak menyukainya. Tapi mereka akan mengerti Putin merupakan stabilitas bagi Rusia dibandingkan bukannya orang-orang baru yang datang kebijakan baru, baik kerja sama atau bahkan konfrontasi," tambahnya.

Pada Maret lalu, Putin menang telak dalam pemilihan umum yang dikendalikan dengan ketat. Komisi pemilihan melarang dua kandidat anti-perang mengikuti pemilihan.

Salah satu oposisi Kremlin paling terkenal, Alexei Navalny meninggal di penjara Artik satu bulan sebelumnya. Sementara kritikus lainnya dipenjara atau di pengasingan.

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak menghadiri pelantikan itu. "Tidak, kami tidak memiliki perwakilan di pelantikannya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.

"Kami jelas tidak menganggap pemilihan berjalan bebas dan adil tapi ia presiden Rusia dan ia akan melanjutkan kapasitas itu," tambah Miller.

Inggris, Kanada, dan sebagian besar negara Uni Eropa memutuskan memboikot pelantikan tersebut. Namun, Prancis mengatakan akan mengirimkan duta besarnya.

Ukraina mengatakan acara tersebut bertujuan menciptakan ilusi legalitas untuk tetap berkuasa seumur hidup seseorang yang mengubah Federasi Rusia menjadi negara agresor dan rezim yang berkuasa menjadi diktator.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement