Rabu 12 Jul 2017 17:55 WIB

Turki Keluarkan Perintah Penahanan 34 Mantan Pekerja TV

Sebuah tank berada di Kota Ankara, Turki, Jumat, 22 Juli 2016. Turki berada dalam status darurat usai kudeta yang gagal.
Foto: AP Photo/Burhan Ozbilici
Sebuah tank berada di Kota Ankara, Turki, Jumat, 22 Juli 2016. Turki berada dalam status darurat usai kudeta yang gagal.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mengeluarkan surat perintah penahanan pada Rabu (12/7) untuk 34 mantan petugas televisi negara TRT dalam penyelidikan menyasar pendukung ulama berbasis di Amerika Serikat, kata media pemerintah. Ulama Fetullah Gulan, dituduh berada di balik kudeta gagal pada Juli.

Semua orang tersebut diduga pengguna ByLock, aplikasi berbagi pesan tersandi, yang menurut pemerintah digunakan pengikut Fetullah Gulen, kata kantor berita Anadolu yang dikelola negara. Mereka sebelumnya diberhentikan karena diduga memiliki hubungan dengan kudeta itu.

Dalam gerakan terpisah, polisi menahan 14 perwira tentara, yang tidak ditugaskan pada Rabu pagi, di enam provinsi dalam penyelidikan terhadap usaha kudeta tersebut, kata kantor berita Dogan.

Sekitar 50 ribu orang telah dipenjara saat menunggu persidangan dan sekitar 150.000 pegawai negara termasuk guru, hakim dan tentara, telah ditangguhkan dalam upaya penindakan keras di bawah peraturan darurat yang diberlakukan segera setelah usaha kudeta militer.

Sebelumnya dikabarkan, pascakudeta telah terjadi operasi polisi berkelanjutan yang menargetkan orang-orang yang dicurigai memiliki tautan ke ulama Islam yang tinggal di Amerika Serikat, Fethullah Gulen, yang dituduhkan Ankara mendalangi kudeta yang gagal pada 15 Juli.

Polisi sejauh ini telah menahan 52 orang dari 105 orang yang ditargetkan oleh surat perintah penangkapan di delapan provinsi, termasuk mantan staf dari dewan riset ilmiah Turki TUBITAK dan otoritas telekomunikasi, kata Anadolu.

Disebutkannya bahwa tersangka diyakini pengguna ByLock, sebuah aplikasi pesan terenkripsi yang menurut pemerintah digunakan oleh pengikut Gulen. Gulen membantah terlibat dalam usaha pengambambilalihan militer itu.

Pada Senin, Turki mengeluarkan perintah penangkapan untuk 72 pegawai universitas, termasuk mantan penasihat pemimpin oposisi utama yang melakukan demonstrasi massal pada Minggu untuk memprotes tindakan keras pada tahun lalu. Sekitar 50 ribu orang telah ditangkap dan 150 ribu pegawai negara bagian termasuk guru, hakim dan tentara telah ditangguhkan dalam peraturan darurat yang diberlakukan pada akhir Juli.

Kelompok hak asasi manusia dan kritikus pemerintah mengatakan Turki bergerak menuju otoritarianisme selama bertahun-tahun, sebuah proses yang mereka katakan dipercepat sejak upaya kudeta dan referendum pada April yang memberi Presiden Tayyip Erdogan kekuatan baru.

Pemerintah mengatakan tindakan keras dan perubahan konstitusional tersebut diperlukan untuk mengatasi ancaman keamanan. Lebih dari 240 orang tewas dalam percobaan kudeta itu.

Sebelumnya, pihak berwenang Turki menyita atau menunjuk administrator bagi 965 perusahaan dengan total penjualan tahunan sekitar 21,9 miliar lira atau 6 miliar dolar AS sejak percobaan kudeta Juli 2016, kata Wakil Perdana Menteri Nurettin Canikli.

Di bawah peraturan darurat yang diberlakukan setelah kudeta, pihak berwenang Turki mengambil alih perusahaan yang diduga memiliki hubungan dengan pengikut Fethullah Gulen, ulama Muslim yang berbasis di Amerika Serikat, yang dipersalahkan oleh Ankara pada kudeta militer yang gagal.

Ke-965 perusahaan di bawah kendali manajemen negara itu, berada di 43 provinsi di Turki, dan memiliki aset total sebanyak 41 miliar lira atau 11,3 miliar dolar serta mempekerjakan 46.357 orang, Canikli mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis.

Turki menguasai bank, perusahaan industri dan perusahaan media sebagai bagian dari tindakan keras terhadap perusahaan yang dituduh memiliki hubungan dengan Gulen. Ulama itu membantah terlibat dalam kudeta tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement