Senin 28 Aug 2017 09:14 WIB

Pemimpin Gerilyawan Filipina, Maute, Tewas dalam Tahanan

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Ayah militan Maute bersaudara, Cayamora Maute (67 tahun) ditangkap di perbatasan Davao, Filipina.
Foto: Inquirer/ARJOY M CENIZA
Ayah militan Maute bersaudara, Cayamora Maute (67 tahun) ditangkap di perbatasan Davao, Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA --- Pemimpin kelompok organisasi teroris di Filipina, Cayamora Maute  yang menguasai kota selatan Filipina pada Mei meninggal saat berada di tahanan pemerintah,.

Menurut keterangan biro penjara Filipina, Cayamora Maute dibawa ke sebuah rumah sakit pada Ahad sore setelah tekanan darahnya meningkat. Namun dia meninggal dalam perjalanan menujurumah sakit. Maute diketahui menderita beberapa penyakit saat ditahan pada Juni, seperti diabetes dan hipertensi.

Pendudukan kota Marawi pada 23 Mei lalu oleh kelompok Maute, yang dipimpin oleh kedua putranya memicu pertempuran perkotaan  brutal dengan pasukan militer.

Kelompok Maute disebut telah berjanji untuk setia kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Hal ini telah meningkatkan kekhawatiran bahwa ISIS sedang membangun sebuah pangkalan regional di pulau Mindanao Filipina yang dapat menimbulkan ancaman bagi negara tetangga di Indonesia, Malaysia dan juga Singapura .

Lebih dari 700 orang, termasuk 130 tentara, telah terbunuh sejak militan, dibantu oleh pejuang asing dari Indonesia, Malaysia dan Timur Tengah, menguasai kota berpenduduk 200 ribu orang tersebut.

Tingkat keterlibatan Maute dalam kelompok tersebut belum terlalu jelas namun ketika dia ditangkap pada bulan Juni, seorang juru bicara militer berharap agar Maute  dapat membujuk anak-anaknya untuk berhenti berjuang dan menyerah.

"Ini adalah kejadian yang tidak menguntungkan bagi keluarganya, namun lebih kepada korban terorisme di Marawi dan keluarga mereka yang sedang menunggu keadilan dan mengharapkan Cayamora akan menjawab dan menebus keterlibatannya dalam pemberontakan Marawi," ujar Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Eduaro Año seperti dilansir Reuters (28/8).

Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memperpanjang status darurat militer di pulau selatan Mindanao sampai akhir tahun, untuk memberi waktu  menghancurkan gerakan pemberontak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement