Selasa 05 Sep 2017 21:19 WIB

PBB: 123 Ribu Warga Rohingya Telah Mengungsi ke Bangladesh

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ratna Puspita
Bocah pengungsi Rohingya melintasi rawa dalam upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh.
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Bocah pengungsi Rohingya melintasi rawa dalam upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — PBB mengeluarkan data terbaru yang menunjukkan sedikitnya 123 ribu warga Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh sejak akhir bulan lalu. Dalam beberapa hari terakhir, arus pengungsi terus bergerak melalui ladang-ladang berlumpur untuk mencoba melepaskan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine.

Rohingya adalah kelompok Muslim yang sebagian besar tinggal di Negara Bagian Rakhine di Myanmar barat. Mereka menghadapi pembatasan hak-hak dasar yang ketat. 

Pada 25 Agustus lalu, militan Rohingya, Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), menyerang beberapa pos polisi dan sebuah pangkalan militer. Serangan tersebut menewaskan setidaknya 12 anggota pasukan keamanan Myanmar.

Militer Myanmar mengatakan mereka telah membunuh 370 militan Rohingya sebagai tanggapan atas serangan tersebut. Tentara Myanmar dan umat Buddha juga telah melakukan serangan melawan warga Rohingya di Rakhine, dengan menembak warga sipil dan membakar habis rumah-rumah mereka.

Warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar mengatakan anggota ARSA telah memblokir mereka untuk melarikan diri. Para militan itu meminta warga sipil Rohingya untuk tetap tinggal dan berperang melawan pemerintah.

Dilansir dari New York Times pada Senin (5/9), PBB dan sejumlah kelompok HAM mengatakan, dengan masih banyaknya desa-desa yang terbakar di Rakhine, diperkirakan eksodus warga Rohingya ke Bangladesh masih akan terus berlanjut. "Ada tanda-tanda yang jelas bahwa lebih banyak lagi akan menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sebelum situasi stabil," ujar Mohammed Abdiker, direktur operasi badan migrasi PBB.

Migrant Offshore Aid Station mengatakan minggu ini pihaknya telah mengalihkan operasi dari Laut Tengah ke Asia Tenggara untuk membantu krisis Rohingya. Kelompok kemanusiaan yang berbasis di Malta ini telah berfokus untuk melindungi migran yang melakukan perjalanan di rute maritim berbahaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement