REPUBLIKA.CO.ID,
MADRID -- Pengadilan tinggi Spanyol membekukan parlemen regional Katalunya. Langkah itu diambil untuk mencegah sidang parlemen yang akan membahas hasil referendum yang digelar pada Ahad (1/10) lalu.
Penangguhan parlemen Katalunya ini menetralkan dan mendinginkan situasi terkait sidang-sidang yang terus dilakukan Parlemen Katalunya. Artinya, semua hasil yang keluar dari sidang tersebut adalah tidak sah. Pengadilan juga mengancam pidana bagi anggota Parlemen Katalunya jika meneruskan deklarasi kemerdekaan.
Presiden Parlemen Katalunya, Carme Forcadell, mengatakan sidang yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin itu memang masih tentatif. Kendati, keputusan yang diambil pengadilan itu mengancam kebebasan berekspresi dan hak inisiatif anggota parlemen.
"Dan ini menunjukkan sekali lagi bagaimana pengadilan digunakan untuk memecahkan masalah politik," kata Carme Forcadell seperti dikutip Guardian, Jumat (6/10).
Forcadell mengatkaan, pemerintah Katalunya rencananya segera mengadakan pertemuan guna membahas keputusan yang keluarkan pengadilan. Meskipun, dia melanjutkan, perintah penangguhan referendum dari pengadilan tetap akan diabaikan.
Presiden Katalunya, Carles Puigdemont, mengaku akan melakukan mediasi dan dialog dengan Pemerintah Spanyol. Namun, dia tetap akan membawa hasil referendum kemarin ke Parlemen Katalunya.
"Kami sudah mengadakan referendum dalam situasi rumit dan itu memperlihatkan kesungguhan warga. Kami harus menerapkan hasil referendum ini," kata Carles.