Selasa 31 Oct 2017 14:33 WIB

Tahanan Pulau Manus Ditutup, 600 Pengungsi Tolak Pindah

Fasilitas penahanan Australia di Pulau Manus, Papua Nugini (PNG), akan ditutup secara permanen pada Selasa (31/10) sore hari waktu setempat
Foto: ABC
Fasilitas penahanan Australia di Pulau Manus, Papua Nugini (PNG), akan ditutup secara permanen pada Selasa (31/10) sore hari waktu setempat

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Fasilitas penahanan Australia di Pulau Manus, Papua Nugini (PNG), akan ditutup secara permanen pada Selasa (31/10) sore hari waktu setempat, dan 600 orang yang telah menolak pergi telah diberitahu bahwa mereka harus pergi.

Dalam pemberitahuan terakhir kepada para penghuni pusat penahanan, yang dikirimkan Senin (30/10), otoritas Imigrasi PNG mengatakan fasilitas tersebut akan ditutup pada pukul 17.00 sore, Selasa (31/10). Pemberitahuan tersebut mengatakan bahwa fasilitas tersebut akan dikembalikan ke Angkatan Pertahanan PNG dan siapa pun yang memilih untuk tetap tinggal bisa dikenakan pemindahan dari pangkalan militer yang aktif.

Listrik dan air akan terputus pada pukul 17.00 Selasa (31/10), layanan makanan akan berhenti dan semua petugas imigrasi PNG akan pergi. Penutupan tersebut diumumkan setelah pengadilan PNG memutuskan fasilitas penahanan tersebut tidak konstitusional.

 
Many refugees have already left the Manus Island detention centre, but about 600 remain.
Banyak pengungsi telah meninggalkan pusat penahanan Pulau Manus, tapi 600 orang bersikeras tinggal.

ABC News: Liam Fox

Pada Selasa (31/10) pagi, beberapa bus berisi petugas dan pekerja Australia terlihat menuju ke bandara pulau itu dengan sebuah konvoi polisi. Seorang pejabat senior imigrasi PNG telah mengonfirmasi semua warga Australia yang bekerja untuk Angkatan Perbatasan Australia (ABF) dan sejumlah kontraktor dari perusahaan Broadspectrum dan Wilson Security telah meninggalkan pusat penahanan itu.

Para pengungsi di dalam pusat penahanan didesak untuk pindah ke akomodasi alternatif yang telah disediakan di tiga lokasi di kota utama Lorengau.

Salah satu pengungsi di dalam tahanan tersebut, yakni Behrouz Boochani, mengunggah di Twitter bahwa pemberitahuan tersebut menyebabkan ketakutan, namun mengatakan ia dan sejumlah penghuni lainnya bertekad untuk tinggal, dengan alasan kekhawatiran akan masa depan mereka.

Periset dari organisasi Amnesty International wilayah Pasifik, Kate Shuetze, mengatakan bahwa para pengungsi tersebut khawatir akan bagaimana mereka membeli barang-barang seperti makanan dan obat-obatan.

"Intinya tidak ada rencana nyata di sini bagi mereka untuk bisa membangun kembali kehidupan mereka, jadi itu sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

"Kami belum mendengar apa pun dari pemerintah Papua Nugini, apakah orang-orang ini diizinkan untuk bekerja di masyarakat dan apakah mereka bisa bergerak bebas di seluruh wilayah negara itu.”

"Sebenarnya, kami mendengar hal yang berlawanan dan semua indikasi seputar fasilitas baru ini dan keamanan di sekitar pusat-pusat penahanan ini menunjukkan bahwa mereka memindahkan para pengungsi dari satu penjara ke penjara lain tanpa alasan logis di baliknya."

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/tahanan-imigrasi-pulau-manus-resmi-ditutup-600-pengungsi-menol/9104566
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement