REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Tepat di lepas pantai Pulau Roatan di Karibia, terdapat tumpukan sampah terapung dalam volume yang besar. Sampah tersebut membentang beberapa kilometer dan terdiri atas benda-benda plastik sehari-hari seperti peralatan makan dan benda plastik lainnya.
Menurut seorang ilmuwan utama Australia Britta Denise Hardesty, munculnya tumpukan sampah ini kemungkinan disebabkan badai yang terjadi belum lama ini di wilayah tersebut. "Sangat mengejutkan dan menantang," kata Hardesty, ilmuwan pada lembaga penelitian CSIRO.
"Seandainya saya bisa mengatakan saya belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya," katanya.
Hardesty bekerja di Karibia, yang diterpa cuaca liar saat Badai Irma dan Maria bulan lalu. Dia mengatakan sampah terapung akan menampung segala jenis mulai dari limbah bangunan dan sampah rumah tangga hingga "segala macam barang" yang datang dari daratan.
Hardesty mengatakan Australia tidak bebas dari bahaya limbah plastik di lautan seperti itu. "Tidak peduli dimana pun berada di Australia, Anda akan menemukan sampah di semua pantainya," katanya seraya menambahkan tiga perempat dari sampah tersebut berupa plastik.
Di Great Barrier Reef
CSIRO telah menyelesaikan survei di lebih 200 lokasi, yang mencakup setiap 100 kilometer di seluruh garis pantai Australia. Di beberapa lokasi para peneliti terpaksa menggunakan pesawat untuk mencapai garis pantai. "Bahkan di tempat yang terpencil seperti Kimberly, setiap daerah pantainya memiliki sampah, entah itu ban karet atau alat penangkap ikan, sikat gigi atau balon dan benda-benda seperti itu," jelas Dr Hardesty.
"Beberapa konsentrasi tertinggi polusi plastik terapung di lautan kita berada tepat di Great Barrier Reef," katanya.
"Apakah karena limpahan sampai itu masuk ke daerah tersebut?" tanya Dr Hardesty.
"Apakah karena ada terumbu karang luar yang membuat segala sesuatu terperangkap di sana? Apakah karena kami melakukan survei di sana baru-baru ini setelah hujan lebat?" katanya.
"Saya tidak punya jawaban atas pertanyaan itu," katanya.
Hardesty menambahkan bahkan di Antartika pun terdapat bukti adanya sampah plastik, yang dia lihat sendiri saat berkunjung ke sana pada bulan Desember 2016. "Saat kami mengunjungi beberapa tempat terpencil di seluruh dunia, kami tetap menemukan puing-puing plastik," ujarnya.
Di sejumlah lokasi lepas pantai Roatan, Honduras, tumpukan sampah plastik tampak dimana-mana.
Indonesia Jadi Contoh
Namun, menurut Hardesty, keberhasilan Indonesia mengatasi sampah plastik dalam jumlah besar mulai dari tahun 2014 sampai 2016 menunjukkan situasinya bukan tanpa harapan. "Dalam waktu kurang dari dua tahun mereka berhasil mengubah kanal-kanal yang sangat penuh sampah dan tersumbat kantong plastik, botol air kemasan dan benda-benda seperti itu," ujarnya.
"Mereka terjun ke sana, membersihkannya dan benar-benar mengubah seluruh kota," kata Dr Hardesty merujuk ke penanganan sungai dan saluran air di Jakarta.
Hardesty mengatakan Pemerintah Indonesia menangani 12 kanal besar dan sekarang berupaya memulihkan lebih dari 1.000 kanal dan saluran air. "Mereka menciptakan lapangan kerja dan menangani permasalahan sampah yang sudah lama dan jumlahnya besar di saluran air mereka," katanya.
"Jakarta menjadi kisah menakjubkan mengenai harapan dan inspirasi. Dan hal ini menunjukkan seberapa cepat perubahan bisa terjadi," ujar Haresty.
"Hal ini menjadikannya tempat bersih dan aman. Hal ini mengubah daerah tersebut dan menjadi sumber kebanggaan bagi warga yang tinggal di sana," tambahnya.
Hardesty mengatakan dia sering ditanya apakah bekerja di bidang polusi plastik membuatnya depresi. "Tidak," katanya. "Karena sebagian besar sampah yang masuk ke lautan kita pernah berada di tangan seseorang sebelumnya," katanya.
Jadi, menurut dia, pertanyaananya adalah, "apa yang sangat kita hargai?"
"Apakah kita ingin hidup di dunia yang bersih? Atau apakah kita ingin hidup di dunia yang penuh dengan sampah buangan?"