Sabtu 04 Nov 2017 15:44 WIB

Usai Serangan New York, Komunitas Muslim Jadi Sasaran Vandalisme

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang polisi memperhatikan sepeda yang rusak tertabrak pada peristiwa penyerangan di New York Cuty
Foto: Andres Kudacki/AP
Seorang polisi memperhatikan sepeda yang rusak tertabrak pada peristiwa penyerangan di New York Cuty

REPUBLIKA.CO.ID, ROOKLYN -- Warga Muslim di Amerika lagi-lagi dihantui ketakutan. Serangan yang dilakukan Sayfullo Saipov di New York belum lama ini membuat mereka, khususnya penduduk berdarah Uzbekisatan kembali dikucilkan.

Teror yang dilakukan Saipov itu berimbas pada komunitas Muslim yang terus tumbuh di Negeri Paman Sam. Tekanan terpaksa mereka hadapi menyusul aksi pria 29 tahun tersebut yang merenggut nyawa delapan orang.
Belum lagi cacian yang terlontar dari warga yang mengidap Islamofobia, seperti yang didlakukan Dmitriy Gekhman. Imigran asal Ukraina itu menulis kata-kata tidak pantas pada dinding apartemen Bensonhurst di Brooklyn.
Secara kasar, dia meminta imigran Uzbekistan untuk pulang ke negara mereka. Aksi vandalisme yang dilakukan Gekhman tak pelak menyita perhatian publik. Pria 28 tahun itu kini mendekam dibalik jeruji atas tuduhan menyebar ujaran kebencian.
"Banyak warga Muslim yang mengaku takut pergi ke masjid akibat khawatir menjadi target pembalasan dendam," kata Ketua Komunitas Eyup Sultan Cultural Center, Kenan Taskent di Brighton Beach, Brooklyn.
Usai peristiwa di New Yok, Rabu (29/10) sore kemarin, Taskent mengungkapkan, komunitas Muslim khususnya imigran Uzbekistan menghadapi tantangan unik lain yang berbeda. Taskent mengatakan, mereka tak bisa melakukan segala seuatunya dengan leluasa.
"Status imigran, kendala bahasa dan beberapa faktor lain menambah ketakutan mereka dimana seharusnya itu adalah hal yang tidak perlu," tambahnya.
Tak mudah untuk menghilangkan rasa takut tersebut. Taskent mengaku terus berusaha memberikan ketenangan bagi warga yang mencari perlindungan. Keluarga Kenan Taskent menyumbang pembangunan masjid dikawasan yang tumbuh bersama dengan komunitas Muslim asal Turki.
Dia mengatakan, pintu tempat ibadah umat Islam itu akan selalu terbuka bagi siapapun yang merasa takut akibat reputasi yang telah dirusak oleh beberapa pelaku kejahatan. Hal tersebut sedikit banyak memberi ruang relaksasi terlebih ada kemiripan bahasa antara Uzbekistan dan Turki.
Presiden Federasi warga Uzbek-American, Farhod Sulton mengecam perbuatan yang dilakukan Sayfullo Saipov. Dia mengatakan, aksi teror yang dilakukan Saipov memberikan dampak bagi komunitas muslim yang ada di Amerika.
"Saya tidak tahu bagaimana cara menyingkirkan orang-orang seperti ini (teroris)," kata Farhod Sulton.
Dia menceritakan bagaimana tiga orang imigran Uzbekistan dan Kazakhstan didakwa berencana pergi dan bergabung dengan ISIS pada 2015 lalu. Hal itu, dia mengatakan, memberi cap serupa bagi seluruh komunitas muslim.
Dia mengatakan, secara tiba-tiba orang-orang mengaitkan warga komunitas dengan tiga orang tersebut. Hal itu, lanjut Sulton, meningkatkan permusuhan terhadap orang lain dari Uzbekistan yang tinggal di sini. "Dan ini mempengaruhi segalanya mulai dari pekerjaan, sekolah hingga kehidupan sosial. Kami benci apa yang orang-orang ini lakukan," kata Sulton.
Sulton mengatakan, kaum muda kerap menjadi sasaran propaganda terorisme. Dia melanjutkan, mereka yang terlibat kegiatan teroris cenderung memiliki sedikit hubungan dengan masyarakat, tidak datang ke masjid, dan diradikalisasi oleh internet.
Presiden Masyarakat Pejabat Muslim Kepolisian New York, Letnan Adeel Rana berusaha menghilangkan rasa takut yang dialami komunitas muslim. Dia berusaha menjamin kebebasan komunitas untuk beraktivitas dan mengatakan jika kepolisian ada dipihak mereka. "Saya ingin meyakinkan Anda bahwa NYPD ada di sini untuk melindungi setiap orang," kata Rana.
Seperti diketahui, Sayfullo Saipov merenggut nyawa delapan orang dengan mengendarai truk sewaan dan menabrak para pejalan kaki dan pengendara sepeda di jalur sepeda di samping Sungai Hudson di New York City. Presiden Amerika Serikat Donald Trump lantas berencana memperketat pemeriksaan terhadap imigran, terlebih dari negara-negara muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement