REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Saat perhatian Asia tertuju pada krisis nuklir Korea Utara (Korut), Cina masih terus memasang radar frekuensi tinggi dan fasilitas lainnya yang dapat digunakan untuk tujuan militer di pulau buatannya di Laut Cina Selatan (LCS). Pembangunan Cina telah melibatkan pekerjaan di fasilitas seluas 29 hektare di Kepulauan Spratly dan Paracel.
Proyek pekerjaan ini dipantau melalui satelit oleh lembaga think tank AS, Asia Maritime Transparency Initiative of Washington's Center for Strategic and International Studies. Wilayah yang digunakan merupakan wilayah yang diperebutkan oleh beberapa negara Asia lainnya.
Laporan lembaga tersebut mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir Cina telah membangun sebuah radar frekuensi tinggi baru di ujung utara Fiery Cross Reef di Spratlys. Sementara di Subi Reef ada terowongan yang kemungkinan akan digunakam untuk penyimpanan amunisi dan antena radar.
Selain itu, konstruksi yang dibangun di Mischief Reef diperkirakan akan dipakai sebagai gudang penyimpanan bawah tanah untuk amunisi dan hanggar, serta tempat penampungan rudal. Pekerjaan skala kecil terus berlanjut di Kepulauan Paracel, termasuk helipad baru dan turbin angin di Pulau Tree dan dua menara radar besar di Pulau Triton.
Menara radar di Pulau Triton dinilai akan sangat penting karena perairan di sekitar Triton telah menjadi lokasi banyak perselisihan antara Cina dan Vietnam, dan beberapa kapal AS. Angkatan Laut AS pernah menyatakan haknya untuk berlayar bebas dalam perairan internasional
Pentagon telah melakukan beberapa patroli di dekat wilayah LCS yang dikuasai Cina tahun ini. Patroli ini dilakukan karena AS telah meminta bantuan Cina di Asia timur laut untuk menekan Korut agar menghentikan program senjata nuklirnya.
Pada Selasa (12/12), Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengulangi seruannya terhadap pembekuan pembangunan pulau Cina LCS. Ia mengatakan, AS tidak dapat menerima Cina untuk melanjutkan militerisasi mereka.