Ahad 24 Dec 2017 20:34 WIB

Saat Suu Kyi Diprotes Masuk dalam Buku Cerita Anak

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bilal Ramadhan
Aung San Suu Kyi
Foto: EPA/Nicolas Asfouri
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Tokoh pejuang bagi warga Myanmar Aung San Suu Kyi diminta untuk ditarik dari cerita pada sebuah buku berjudul 'Good Night Stories for Rebel Girls'. Desakan dihapuskannya kisah pemimpin de facto Myanmar itu datang dari para orang tua anak.

Permintan itu muncul menyusul kegagalan Suu Kyi dalam menangani konflik yang terjadi di Rakhine. Wanita berusia 72 tahun itu tidak berbuat banyak saat minoritas muslim Rohingya mendapat beragam kekerasan dari militer hingga memaksa mereka mengungsi ke Bangladesh.

Sejatinya, buku Good Night Stories for Rebel Girls menceritakan kisah inspiratif 100 wanita di dunia. Buku tersebut mengangkat berbagai tokoh besar mulai dari Amelia Earhart, Marie Curie, Hillary Clinton hingga Serena Williams.

Buku itu ditujukan untuk memotivasi anak-anak usia enam tahun keatas. Setiap tokoh wanita diceritakan dalam dua halaman. Buku tersebut juga memuat ilustrasi yang dibuat oleh seniman wanita.

Aung San Suu Kyi sebelumnya dijadikan sebagai salah satu tokoh inspiratif lantaran dinilai sebagai sosok yang layak. Itu jika melihat sejumlah gelar nobel yang pernah dia dapatkan. Perempuan kelahiran Juni 1945 itu sempat diganjar gelar nobel perdamaian dan lambang keberanian dalam menghadapi penindasan. Tak hanya itu, Suu Kyi juga memiliki lebih 120 gelar kehormatan dari dunia internasional.

Kendati, belakagan Anggota Dewan Kota Dublin memutuskan untuk menarik lagi penghargaan Freedom of Dublin City yang dulu dianugerahkan kepada Suu Kyi. Hal itu dilakukan setelah aksi protes musisi pop Bob Geldof yang juga mendapatkan gelar serupa, mengembalikan penghargaan tersebut.

Hal itu dilakukan Bob Geldof untuk meluapkan kekesalannya kepada kebijakan Suu Kyi terkait konflik Rohinya. Dia dinilai menutup mata atas penindasan yang terjadi kepada etnis minoritas muslim tersebut.

Langkah serupa juga dilakukan Dewan Kota Oxford yang mencabut gelar kehormatan 'Freedom of Oxford' milik Aung San Suu Kyi. Dewan kota merasa Suu Kyi sudah tidak pantas menyandang gelar yang telah ternoda akibat perlakua terhadap minoritas muslim Rohingya.

Pencabutan gelar serupa tampaknya juga akan dilakukan dewan kota Sheffield di Inggris Utara. Hal itu dilakukan setelah masuknya petisi yang meminta hal tersebut dilakukan. Sementara, buku tersebut mengutip salah satu kata-kata Suu Kyi yang mengatakan 'Sejak kita hidup di dunia ini, kita harus melakukan yang terbaik bagi dunia'.

Buku juga mengisahkan bagaimana Suu Kyi melakukan protes terhadap junta saat dirinya menjadi tahanan rumah selama 21 tahun hingga akhirnya dibebaskan dan merengkuh tampuk kekuasaan. Aktivis prodemokrasi Myanmar itu diganjar hadiah Nobel serta menginspirasi warga di negaranya dan dunia tanpa meniggalkan rumah.

Hal ini lah yang dinilai layak bagi Suu Kyi menjadi salah satu wanita inspiratif dan dimuat dalam buku tersebut. Meski demikian, hal itu tak menghalangi salah satu orang tua, Lenka Uzakova yang menilai Suu Kyi tak pantas disetarakan dengan para tokoh wanita dunia.

Dia mengatakan, Suu Kyi tidak melakukan apapun dalam tragedi Rohignya atau mungkin terlibat langsung dalam pembunuhan massal disana. "Sebesar 99 persen buku ini sangat menginspirasi tapi seketika saya muak saat ada tokoh yang diduga melakukan genosida dalam buku ini, saya tak bisa berkata-kata lagi," kata Lenka Uzakova seperti dikutip Guardian, Ahad (24/12).

Orang tua lainnya, Gerri Peev mengaku membeli buku untuk anaknya yang berusia tiga tahun. Buk itu digunakan sebagai 'penawar' dari sebuah buku lain. Dia mengatakan, dipenuhi dengan peran wanita inspiratif yang tidak bergantung pada seorang pangeran dalam hidup mereka.

Namun, dia mengaku kecewa saat melihat halaman yang memuat cerita Aung san Suu Kyi. Dia berharap penerbit mengeluarkan buku edisi terbaru dengan memasukan kegagalnya terkait genosida Rohingya.

Permintaan penarikan cerita Aung San Suu Kyi dari buku tersebut mendapat sambutan dari penulis buku, Elena Favilli dan Francesca Cavallo. Keduanya tengah mempertimbang untuk menghapus keberadaan Suu Kyi dalam buku mereka.

"Kami akan terus memonitor situasi dan kami tidak menutup ide tentang menghilangkan dia (Suu Kyi) dalam cetakan berikutnya," kata penulis buku dalam sebuah pernyataan resmi.

Good Night Stories for Rebel Girls merupakan buku yang terbit perdana di Amerika Serikat. Buku itu dipilih sebagai buku terbaik tahun ini oleh penerbit Inggris, Blackwell mengalahkan buku berjudul The Ministry of Utmost Happiness karya Arundhati Roy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement